Gorontalo Utara – SuaraIndonesia1.com - Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Ichsan Gorontalo Utara (UIGU) sejatinya merupakan bagian dari proses politik kampus yang harus dilaksanakan secara demokratis. Hal ini mengacu pada pelaksanaan PILBEM di tahun-tahun sebelumnya yang berlangsung melalui sistem Pemilu Raya.
Namun, dalam beberapa waktu terakhir, mencuat informasi bahwa pelaksanaan PILBEM tahun ini akan menggunakan sistem Musyawarah Besar. Kebijakan tersebut dinilai oleh banyak pihak sebagai bentuk pembunuhan karakter terhadap sistem demokrasi yang telah lama tumbuh di lingkungan kampus.
Mantan Presiden BEM, Wahyu Septiyadi Mayang, angkat bicara menanggapi hal ini. Ia mempertanyakan kebijakan yang diambil oleh Pelaksana Tugas (Plt) Presiden BEM UIGU, yang menurutnya tidak memahami mekanisme organisasi dan prinsip keterbukaan dalam pelaksanaan PILBEM.
"Kami mempertanyakan kenapa harus mengambil kebijakan tersebut. Ini ada apa? Saya menduga, jangan-jangan Plt Presiden BEM ini dikendalikan oleh pihak birokrasi," ujarnya tegas.
Wahyu juga menyoroti proses pengangkatan Plt Presiden BEM yang dilakukan melalui penunjukan langsung oleh pihak lembaga, tanpa melalui mekanisme prosedural sebagaimana mestinya. Menurutnya, masih banyak figur mahasiswa yang lebih memahami roda organisasi BEM dan layak ditunjuk, namun justru diabaikan.
"Jangan sampai ada kepentingan tertentu yang melatarbelakangi lahirnya kebijakan ini, sebab Plt Presiden BEM ditunjuk langsung oleh pihak lembaga. Maka kami menilai, Plt Presiden BEM saat ini berada di bawah kendali lembaga. Ini berbahaya," tegas Wahyu.
Lebih lanjut, ia juga menyampaikan harapannya kepada Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan serta seluruh pihak yang berkepentingan untuk tidak mencampuri dinamika yang terjadi di kalangan mahasiswa dalam perhelatan PILBEM kali ini.
"Kami meminta agar pihak WR III atau siapa pun tidak ikut campur dalam problematika ini. Biarkan adik-adik mahasiswa berdinamika. Biarkan mereka tumbuh dan dewasa dalam berorganisasi. Figur yang layak harus lahir dari rahim mahasiswa itu sendiri," pungkas Wahyu Mayang.