Oleh: Maidina Mayangsari (Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Univeristas Muhammadiyah Malang)
Skrinews1.com_
Sejak awal kehadiran UU cipta kerja Omnibus law menimbulkan berbagai kekhawatiran, salah satunya adalah masalah agraria. Isi Omnibus law dinilai dari berbagai kalangan pakar dan akademisi dinilai condong ke pelaku usaha dan berpotensi makin menyulitkan pelaksanaan reforma agraria. Permasalahan agraria di Indonesia adalah ketimpangan penguasaan lahan dan konflik yang terus terjadi. Pengesahan UU cipta kerja dianggap akan menciptakan iklim investasi yang ramah melalui langkah penyederhanaan perizinan, kemudahan persyaratan, dan proses yang dipercepat bagi pelaku bisnis (domestik dan asing) di Indonesia. Dalam RUU Cipta Kerja kesulitan memperoleh tanah digadang-digadang sebagai salah satu hambatan berinvestasi di Indonesia. Pembangunan berbasis agraria di sektor pertanahan, perkebunan, pertanian, kehutanan, pertambangan, pesisir-kelautan, properti dan infrastruktur menjadi bagian dari sasaran RUU Cipta Kerja. Dengan begitu, RUU Cipta Kerja tidak hanya akan berdampak buruk pada nasib buruh di Indonesia. RUU juga akan membahayakan bangunan sendi-sendi ekonomi kerakyatan, jaminan hak atas tanah dan keamanan wilayah hidup dari petani, masyarakat adat, buruh tani atau kebun, nelayan, perempuan, masyarakat miskin di pedesaan dan perkotaan. Sebelumnya wacana pembentukan lembaga Bank Tanah menjadi salah satu misi utama dalam RUU Pertanahan. Selain mendapat penolakan dari publik, sejak awal KPA menolak rencana pembentukan Bank Tanah ini. Ternyata RUU Cipta Kerja memasukan kembali agenda Bank Tanah. Dalam naskah akademik (NA) dinyatakan bahwa sebagai norma baru, alasan pembentukan Bank Tanah adalah dalam rangka mempercepat proses pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur. Sejak awal semangat Bank Tanah lebih berorientasi mendorong pasar tanah bebas untuk mendukung kebutuhan pengadaan tanah bagi kepentingan investasi di Kawasan Ekonomi Khusus, real estate, pariwisata, bisnis properti, pembangunan infrastruktur yang bersifat lapar tanah. Bank Tanah adalah lembaga profit yang sumber pendanaannya tidak hanya berasal dari APBN bahkan dapat berasal dari penyertaan modal, kerjasama pihak ketiga, pinjaman, dan sumber lainnya. Dengan orientasi semacam itu, anehnya dalam RUU Cipta Kerja dilaim bahwa salah satu tujuan pembentukan BT adalah untuk kepentingan Reforma Agraria. Ini bentuk penyimpangan sekaligus penghianatan terhadap reforma agraria. Bagaimana mungkin tujuan reforma agraria bagi keadilan sosial dapat disandingkan dengan tujuan liberal. Jangan sampai RUU Cipta Kerja justru menghilangkan mata pencaharian petani, masyarakat adat dan budaya agraris Indonesia. Pembangunan nasional penting diperkuat secara gotong-royong dengan cara memajukan sentra-sentra perekonomian dan investasi berbasiskan kerakyatan demi kemakmuran bersama.