Suara Indonesia1 SumSel
Masalah yang sering menyusahkan pelanggan listrik prabayar adalah munculnya tulisan PERIKSA pada meteran listrik prabayar. Dengan kondisi seperti itu, maka stroom tidak bisa diisi ulang sebelum meteran listrik menjadi normal kembali.
Untuk menormalkan kembali meteran listrik prabayar harus dimasukkan kode Clear Temper (CT) token, dan kode tersebut hanya bisa dikeluarkan dan digunakan oleh petugas PLN yang berwenang, bukan digunakan untuk umum. Selain itu kode clear temper token hanya untuk satu kali saja, dan jika muncul lagi tulisan PERIKSA maka harus minta lagi kode clear temper token lagi ke PLN.
Adapun fungsi dari kode clear temper itu sendiri nantinya digunakan untuk mereset meteran anda yang bermasalah seperti menghilangkan kata periksa pada LCD-nya.
Permasalahan yang merepotkan sebenarnya adalah ketika lama PLN responnya, dan butuh berulang padahal satu-satunya solusi adalah dari PLN tetapi untuk layanan gangguan PLN saja pelanggan merasa kesulitan karena tidak semua masyarakat bisa mengakses layanan Call Center 123, hal tersebut diungkapkan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lahat Raya, Sanderson Syafe'i, ST. SH usai melakukan investigasi pengaduan pelanggan/konsumen, Selasa (15/6).
Sangat ironis PLN sedang gencar-gencarnya mensosialisasikan program pemasangan kWh meteran listrik sistem Pulsa (pra bayar). Setiap permohonan pemasangan listrik baru hanya tersedia satu pilihan, yaitu Listrik pra bayar. Meteran lama konvensional (pasca bayar) perlahan-lahan akan diganti dengan Pra bayar. Masyarakat dianjurkan bermigrasi dari sistem lama beralih ke Listrik sistem pulsa. Namun ternyata sistem pra bayar ini bukannya mempermudah, tapi lebih mempersulit, ujar Sanderson.
Salah seorang pelanggan yang enggan namanya ditulis takut bermasalah dengan PLN mengungkapkan, berapa bulan ini, setiap kali token rumah habis, ia selalu datang ke PLN bisa beberapa kali sehari untuk melakukan pengecekan kondisi listrik dirumahnya dan meminta kode temper. Pada pengecekan kWh Meter pertama kali oleh petugas, diketahui bahwa kondisi meterannya tidak bermasalah dan bisa diisi token.
Selanjutnya, sehubungan token juga sudah habis namun tidak bisa memasukkan token, datang lagi ke PLN meminta petugas memberikan kode temper agar bisa memasukkan token. Hal ini sudah berlangsung lama, pernah kehabisan token pada sore hari jelang malam dimana kantor PLN tutup jadi menunggu hingga keesokan harinya, jadi semalaman tidak pakai listrik, ujarnya polos.
Setelah berlangsung empat bulan, dirumahnya masih ada tulisan "periksa" muncul kembali di kWh Meternya. Hal ini terus berulang sambil merasa kesal mendatangi kantor PLN agar diperbaiki saja kWh nya, selanjutnya pihak PLN mengeluarkan Surat Berita Acara Penormalan Sementara Gangguan APP yang dalam keteranga tersebut dinyatakan bahwa kWh rusak CT berulang SBL, istilah petugas yang datang saat itu dilakukan "LOS STROOM" secara resmi dan pembayaran nanti diambil biaya bulanan terkecil ke PLN, jelasnya.
Sanderson mendengar keluh kesah pelanggan tersebut, sangat miris seharusnya listrik pra bayar bertujuan supaya lebih praktis. Tidak ada petugas yang datang mondar mandir mencatat angka meteran , dan konsumen bisa lebih terkontrol dalam pemakaian listrik. Tapi nyatanya listrik pra bayar malah bikin repot, was-was bagaimana kalau listrik padam dan petugas resmi berhalangan datang, apalagi malam hari, lanjutnya.
Terkait pembayaran juga akan dilakukan di kantor PLN, Sanderson mengingatkan agar Konsumen harus hati-hati dikhawatirkan yang dibayar tidak sampai ke kas negara dan juga besarnya tidak sesuai pemakaian karena pemakaian listrik tidak dilakukan melalui alat resmi kWh meter berpotensi akan ada tagihan susulan yang tentunya akan memberatkan dikemudian hari, tegasnya.
Lebih lanjut, Sanderson mengatakan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 18/2019, PLN bisa terkena penalti bila tidak memenuhi tingkat mutu pelayanan (TMP). Adapun indikator kompensasi TMP meliputi jumlah gangguan dalam setahun, kecepatan pelayanan sambungan baru, kecepatan pelayanan perubahan daya, kesalahan pembacaan kWh meter, waktu koreksi kesalahan rekening, dan lama gangguan, pungkasnya.
Sementara di tempat terpisah, Ketua Komisariat AKLI (Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia) Lahat Area, Syarifuddin melalui sekretarisnya Ujang Meriansyah saat ditemui di Kantor AKLI mengatakan, hal tersebut diluar Kewenagan AKLI, yang menjadi tugas kami hanya sebatas instalasi pelanggan dan juga kami tidak berhak untuk mengganggu APP, karena itu adalah hak kewenangan penuh PT. PLN, namun hal itu menurut kami dapat diakibatkan juga oleh instalasi yang tidak sesuai standar dan dipasang oleh tenaga ahli yang berkompeten, dimana kWh prabayar lebih sensitif, ujar ayit sapaan akrabnya.
Sementara Manager Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) PLN Lahat, Triyono saat diminta tanggapannya melalui pesan singkat WA terkait hal tersebut hingga berita ini diturunkan tidak memberikan jawaban, hanya dibaca.
Sumber YLKI Lahat
Pewarta SDP