Yohanis Katoda als Rangga Hani
Kodi Bangedo,Tibo Skrinews
Personel Sektor Kodi Bangedo resmi melakukan penahanan terhadap tersangka YOHANIS KATODA kasus pencurian.
Berdasarkan dengan surat Perintah Penahanan Dengan Nomor:SP HAN 1207 /X/2019/RESKRIM,Tanggal 5 Oktober 2019.
Nama,"YOHANIS KATODA,alias RANGGA HANI,Tempat tanggal lahir Dinjo/31 Desember 1992.
Penahanan di lakukan di ruang tahanan Polsek Kodi Bangedo untuk selama 20 hari,terhitung Mulai tanggal 05 Oktober 2019 s/d 24 Oktober 2019,Berdasarkan bukti Permulaan yang cukup di duga keras telah Melakukan Tindak Pidana pencurian yang terjadi pada hari minggu tanggal 29 September 2019 Bertempat Di Kampung Rangga Baki,Desa Maliti Bondo Ate,Kecamatan Kodi Bangedo,Kabupaten Sumba Barat daya, sebagaimana Dimaksud dalam pasal 363 KUHP
Di perintah Kepada,"
Penyidik/Penyidik Pembantu
1.Bripka I.Kade Nata,
Kanit RESKRIM Sektor Kodi Bangedo bersama empat orang anggota Reskrim.
2.Brigpol Bernadus Lefri Bele
3.Brigpol Ayub Haru Hanggalam
4.Briptu Rudi Setiawan
5.Briptu IIN Dwi Kurniyanto
Saya sebagai orang tua dari tersangka dugaan Pencurian,sebagai warga Negara Indonesian,Saya mendukung Kepolisian di Polsek kodi Bangedo untuk Mengadili anak saya sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan di dukung alat bukti,dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (”KUHAP”) disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli,surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.Dalam sistem pembuktian hukum acara pidana yang menganut stelsel negatief wettelijk, hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat dipergunakan untuk pembuktian
(Martiman Prodjohamidjojo.Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, hal. 19).Hal ini berarti bahwa di luar dari ketentuan tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah.Penegasan ini di sampaikan Oleh Marten Pati Katoda,Ayah dari Yohanis Katoda.
Barang Bukti,Kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana memang tidak menyebutkan secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti.Namun dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai apa-apa saja yang dapat disita,yaitu:
a.benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
b.benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. benda yang digunakan untuk menghalang- halangi penyelidikan tindak pidana;
d.benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e.benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan,
Atau dengan kata lain benda-benda yang dapat disita seperti yang disebutkan dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP dapat disebut sebagai barang bukti (Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti Dalam Proses Pidana, hal. 14).
Selain itu di dalam Hetterziene in Landcsh Regerment (”HIR”) juga terdapat perihal barang bukti. Dalam Pasal 42 HIR disebutkan bahwa para pegawai, pejabat atau pun orang-orang berwenang diharuskan mencari kejahatan dan pelanggaran kemudian selanjutnya mencari dan merampas barang-barang yang dipakai untuk melakukan suatu kejahatan serta barang-barang yang didapatkan dari sebuah kejahatan.Penjelasan Pasal 42 HIR menyebutkan barang-
barang yang perlu di-beslag di antaranya:
a.Barang-barang yang menjadi sasaran tindak pidana (corpora delicti)
b. Barang-barang yang terjadi sebagai hasil dari tindak pidana (corpora delicti)
c. Barang-barang yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana (instrumenta delicti)
d.Barang-barang yang pada umumnya dapat dipergunakan untuk memberatkan atau meringankan kesalahan terdakwa (corpora delicti)
Selain dari pengertian-pengertian yang disebutkan oleh kitab undang-undang di atas, pengertian mengenai barang bukti juga dikemukakan dengan doktrin oleh beberapa Sarjana Hukum.Prof.Andi Hamzah mengatakan, barang bukti dalam perkara pidana adalah barang bukti mengenai mana delik tersebut dilakukan (objek delik) dan barang dengan mana delik dilakukan (alat yang dipakai untuk melakukan delik), termasuk juga barang yang merupakan hasil dari suatu delik (Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, hal. 254). Ciri-ciri benda yang dapat menjadi barang bukti :
a.Merupakan objek materiil
b.Berbicara untuk diri sendiri
c.Sarana pembuktian yang paling bernilai dibandingkan sarana pembuktian lainnya
d.Harus diidentifikasi dengan keterangan saksi dan keterangan terdakwa
Menurut Martiman Prodjohamidjojo,barang bukti atau corpus delicti adalah barang bukti kejahatan. Dalam Pasal 181 KUHAP majelis hakim wajib memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenali barang bukti terebut.Jika dianggap perlu, hakim sidang memperlihatkan barang bukti tersebut. Ansori Hasibuan berpendapat barang bukti ialah barang yang digunakan oleh terdakwa untuk melakukan suatu delik atau sebagai hasil suatu delik, disita oleh penyidik untuk digunakan sebagai barang bukti pengadilan.
Jadi,dapat kita simpulkan bahwa fungsi barang bukti dalam sidang pengadilan adalah sebagai berikut:
1.Menguatkan kedudukan alat bukti yang sah (Pasal 184 ayat [1] KUHAP);
2.Mencari dan menemukan kebenaran materiil atas perkara sidang yang ditangani;
3.Setelah barang bukti menjadi penunjang alat bukti yang sah maka barang bukti tersebut dapat menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan yang didakwakan JPU.
Dasar hukum
2.Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Sudah Jelas-Jelas,j tandas Marten Pati Katoda ketika di Konfimasi Media di Kampung Bondo Kodi Desa Ana Lewe.
(Liputan Tibo skrinews)