BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

Skrinews - Lomban Bentuk Satuan Tugas (Satgas) Untuk Lindungi 2 Satwa Monyet Hitam (yaki) Dan Tarsius.



Nasional-Skrinews.Com.Bitung
Sulawesi Utara memiliki Satwa Endemik, adanya Macaca Nigra (Yaki) dan Tarsius. Diketahui, sejumlah lembaga telah memulai survei populasi yaki (Macaca nigra) di Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara sejak pertengahan Juli tahun 2019.

Adanya survei tersebut diharapkan dapat melengkapi data populasi yaki, yang menurut sejumlah laporan riset terus mengalami penurunan. Dilansir dari mongabay.co.id sejumlah tim survei terdiri dari Macaca Nigra Project (MNP), Enhancing the Protected Area System for Sulawesi Biodiversity Conservation (EPASS) Tangkoko dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara.

Sebagai informasi, Sulawesi merupakan rumah bagi 16 jenis primata, 7 jenis Macaca dan 9 jenis Tarsius. Sulawesi Utara sendiri memiliki 2 jenis Macaca, yakni M. nigra dan M. nigrescens. Ada pula 3 jenis Tarsius, yang terdiri dari T. tarsier, T. sangirensis serta  T. tumpara.

Apa dampak positik bagi Kota Bitung dengan kehadiran satwa endemik yang dimiliki oleh Provinsi Sulawesi Utara?

Walikota Bitung, Max J. Lomban menjelaskan banyak hal terkait satwa endemik tersebut serta komitmen nyata yang dilakukan oleh Kota Bitung dengan membentuk Satuan Tugas Pemberantasan (Satgas) guna menangani berbagai polemik yang terjadi terkait menjaga satwa yang dilindungi tersebut.

"Tuhan hanya menciptakan 23 jenis monyet di dunia, 11 ada di Indonesia, 7 di Pulau Sulawesi, 2 ada di Hutan Tangkoko, Kota Bitung. Monyet hitam sulawesi yang kita sebut dengan macaca nigra (yaki) dan yang kedua tarsius" ucap Max J. Lomban di Pelabuhan Bitung Selasa pagi, 8 Oktober 2019.

Menurut Walikota Bitung, 2 habitat monyet tersebut meskipun sempat pergi kelain tempat dengan jarak 20-30 km jauhnya, namun hutan tangkoko dinilai tempat yang paling aman bagi kedua habitat tersebut.

Satwa endemik merupakan aset yang dapat dimanfaatkan sebagai destinasi bagi Kota Bitung sendiri hingga dijadikan ikon untuk City branding Kota Bitung. Alasannya, antaranya karena memang dinilai orisinil, satwa tersebut betul-betul endemik (hewan tersebut hanya ada di Indonesia, khususnya di Hutan Tangkoko Sulawesi Utara dan tidak ditemukan di tempat lain).

Alasan kedua satwa endemik dijadikan city branding ialah, guna manfaat edukasi kepada masyarakat agar mereka berbangga memiliki satwa endemik sehingga terciptanya rasa untuk melindungi satwa tersebut, jadi bukan sembarang satwa namun betul-betul spesifik.

Bitung memiliki pelabuhan dikarenakan titik letak yang strategis adanya entry dan exit perdagangan satwa ilegal baik dari Kota Bitung sendiri ataupun dari Kabupaten Kota lainnya.

Hal ini membuat Kota Bitung membuat satu peraturan, sehingga Kota tersebut kolaborasi bekerja sama dengan seluruh unsur yang terkait, guna memprotect satwa endemik tersebut agar tidak diperjual belikan secara ilegal.

Kolaborasi tersebut sudah berjalan lancar hingga saat ini, baik dari pihak kepolisian, badan konservasi sumber daya alam, dinas lingkungan hidup dan semua jajaran termasuk para lurah dan camat pun mengerti akan hal ini.

"Kita harus protect mereka jangan diperdagangkan secara ilegal karena mereka kekayaan kita, ada undang-undang yang mengatur tentang itu, kita juga sudah buat peraturan di kota ini, supaya betul-betul diprotect dan tidak bisa kemana-kemana" tambah Walikota Bitung, Max J. Lomban.

(Jmy ishak)
« PREV
NEXT »