BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

Skrinews - KALENDER EVENT RITUAL ADAT DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN SUMBA TENGAH TAHUN 2020



Sumba Tengah
Skrinews,M.J.P

Kampung Adat Wawarongu, Kec.Mamboro.
Upacara ritual Tauna Usu Manua merupakan upacara pemberian makan marapu
setiap tahun,yang bertujuan untuk membersihkan dosa-dosa; membersihkan wabah
penyakit maupun roh-roh jahat dari kampung dan memohon kesuksesan panen.

Upacara
ini harus di jalankan dahulu oleh kampung Wawarongu,baru diikuti oleh kampung yang
lain.Pada hari pelaksanaannya, bahan yang harus di persiapkan untuk upacara ini yaitu:
- 1 (satu) ekor Kerbau Sedang,yang menyiapkan salah satu penghuni kampung tapi
sistemnya bergiliran setiap tahun.1 (satu) ekor Ayam Jantan Merah yang di persiapkan oleh setiap orang yang
mempunyai piring makanan marapu dan ayam sedang beberapa ekor.

Sirih pinang dipersiapkan untuk kegiatan dan untuk tamu.
Acara ritual adat ini berlangsung selama 7 (tujuh) malam 8 (delapan) hari.Pada
hari pertama dan malam pertama di buka oleh Tari-tarian,dan tarian pertama yang di
pentaskan adalah Tarian Weru-weru. Tarian weru-weru adalah sebuah tarian pembuka
dan setelah itu di ikuti oleh tarian lain seperti tarian Yoma langu dan Aruleti.Tarian
Yoma langu dan Aruleti di lakukan oleh seorang laki-laki yang dikelilingi oleh
perempuan-perempuan.Di dalam lingkaran tersebut terdapat sebuah batu yang di
atasnya diletakkan sebuah piring berisi sajian untuk marapu yang bertujuan untuk
meminta berkat.
Ketika tarian berlangsung,ada seorang bapak yang bersyair dalam bahasa adat
(dalam bahasa mamboro disebut Taunali) dan di jawab dalam bahasa adat yang sama
oleh seorang bapak yang lain. Sahut-sahutan dalam bahasa adat ini di lakukan sampai
malam ke 7 (tujuh). Syair adat yang di lagukan biasanya menceritakan tentang leluhur
yang disembah atau marapu.
 Pada siang hari, disetiap rumah terdapat 2 (dua) laki-laki yang menumbuk padi
untuk makanan marapu.

Setelah nasinya masak,mereka menaruhnya di piring beserta
dengan seekor ayam jantan berwarna merah dan membawanya ke rumah marapu.
Prosesi ini hanya dilakukan pada hari ke 8 atau hari puncak, sedangkan pada hari-hari
sebelumya prosesi ini hanya dilakukan dirumah masing-masing.
Sebelum memasuki Rumah Marapu,mereka harus berkeliling 8 kali sebelum mereka
masuk.

Setelah masuk, mereka menyembah satu per satu dan kemudian keluar untuk
memotong ayam yang mereka bawa. Sebelum di potong,seorang bapak meletakkan
parang keramat (pasari) pada leher seekor ayam sebagai pertanda dimulainya
pemotongan ayam dan juga kerbau yang sudah dipersiapkan. Selama prosesi
pemotongan,tidak diperkenankan mengeluarkan suara. Setelah di potong,setiap peser.Pemilik ayam membawa hati ayam dan hati kerbau tersebut kepada Rato untuk di lihat.

Dari hati ayam dan kerbau itu,Rato dapat melihat apakah panen tahun depan akan
sukses atau tidak. Setelah dilihat, hati ayam dan kerbau dibakar dan diletakkan diatas
piring nasi dan kemudian dibawa kembali ke rumah marapu.Sebelum memasuki rumah
marapu, mereka harus mengelilingi rumah marapu sebanyak 8 kali sambil bernyanyi
dalam bahasa adat (yoyela).

Setelah melakukan prosesi persembahan di rumah marapu,
mereka pun melanjutkan acara lain yaitu Sima Lodu. Sima lodu merupakan prosesi
penikaman Babi yang disimbolkan dengan pemotongan sebuah Labu Putih.Labu putih ini
kemudian di iris kecil yang nantinya akan diperebutkan oleh warga kampung setempat
untuk dijadikan makanan Babi. Oleh masyarakat kampung setempat diyakini bahwa Babi
yang diberi makan Labu putih tersebut akan terhindar dari penyakit.

Setelah Prosesi Sima
Lodu berakhir, dilanjutkan dengan prosesi pengusiran wabah penyakit dan roh-roh jahat
dari kampung. Dimulainya prosesi ini di tandai dengan dipikulnya sebuah keranjang yang
berisi irisan Labu Putih, abu dapur dan tempurung kelapa oleh 2 orang anak. Keranjang
tersebut di bawa lari keluar kampung diiringi oleh teriakan-teriakan warga kampung
sambil memukul-mukul dinding rumah yang merupakan simbol di usirnya segala wabah
penyakit dan roh-roh jahat dari kampung. Setelah prosesi ini,setiap pelaku upacara
maupun penonton diwajibkan memakai seutas benang hitam di tangan atau di kaki untuk mendapat berkat dan perlindungan.

Kampung Laitarung/Kabonduk,Kec. Katiku Tana
Purung ta kadonga Ratu berasal dari bahasa Anakalang yang terdiri dari kata- kata;
Purung artinya turun.
Ta artinya Ke.
Kadonga artinya Lembah.

Dan secara harafiah Purung Ta kadonga Ratu artinya Turun Ke Lembah Imam. Purung Ta
Kadonga Ratu sesungguhnya adalah Upacara pemberian korban sesajian kepada Leluhur
orang Anakalang yaitu Umbu Sebu dan Rambu Kareri di Gua Kadonga Ratu oleh Ratu
(Imam) dari Kabisu Doku Gawi, sedangkan para Ratu lainnya berada di luar Gua yang
terbagi dalam dua kelompok,yaitu kelompok Loda Pari dan kelompok Mehang Karaga
mengadakan pertandingan mengangkat keatas Tombak pusaka Loda Pari dan Mehang
Karaga pada perbatasan kedua bela pihak yang bertujuan untuk mengetahui keadaan
hasil panen pada musim yang dihadapi.

Kampung Adat Padabbar/Teluk Tangairi,Kec. Katiku Tana Selatan
Masyarakat Desa Waimanu yang mendiami pesisir teluk Tangairi lebih dikenal sebagai
suku Tangairi, meyakini nenek moyang mereka berasal dari suku pesisir tanjung sasar.
Tangairi ini juga dianggap tempat keramat dan tidak ada orang luar yang bisa menetap
disana kecuali keturunan aslinya. Ditempat ini akan ramai bila musim tairi (teri) tiba,
ratusan warga akan berbondong – bondong untuk memanen tairi bersama warga
setempat.

Setiap orang diperkenankan untuk menangkap ikan tairi selama musim itu,
tetapi dengan syarat tertentu yang harus dipatuhi,yakni tidak boleh berbuat jahat,
mengucapkan kata kata kotor, mencuri, membunuh, bermusuhan dan perbuatan jahat
lainnya.Cara mengambilnya dengan menggunakan jaring khusus yang disebut tangguk, dilakukan
secara berkelompok dan tidak diperkenankan menggunakan Jala/jaring. Kelompok dibagi
dalam dua yang dikomando oleh 2 orang yang ditunjuk.

Dua kelompok yang terbagi ini
kemudian membuat lingkaran dengan masing-masing membawa tangguk berjalan lurus
secara bersama-sama. Tidak boleh ada yang mendahuli dan yang melanggarnya diyakini akan digigit atau dimakan oleh Hiu dan ikan ikan tairi
akan menghilang dari teluk. Hiu adalah ikan yang dikeramatkan warga setempat dan
dilarang atau pantang ditangkap.

Pada musim tairi diteluk tangairi ribuan hiu yang
berwarna hitam, putih, belang masuk keteluk mengejar ikan tairi. Sehingga meskipun
warga berlomba lomba memanen ikan tairi dengan hiu, namun hiu hiu itu tidak
menyerang manusia, dan apabila tersangkut dalam jaring warga akan melepasnya
kembali.

Saat musimnya masyarakat akan panen ikan tairi 0,5 sampai 1 ton per hari. Ikan tairi ini
menurut para ahli mengandung protein yang tinggi dan sangat terkenal di pulau Sumba,
biasanya dikeringkan lalu dijual ke pasar, selain karena ukurannya yaitu 4-8 cm rasanya
pun sangat enak dan harum berbeda dengan ikan tairi dari daerah lainnya.

Bulan agustus
sampai dengan September ikan teri selalu ada diteluk Tangairi.
Kegiatan memanen ikan tairi didahului dengan upacara memanggil ikan tairi (teri)
dengan ritual adat Marapu yang dipimpin oleh seorang tertua adat atau Ratu. Syair –
syair memanggil ikan Tairi dilantunkan di batu karang tempat penyembahan BIRU
DONGU LANGU (laki-laki) dan PIDU WATU (Perempuan). Sampai saat ini batu karang
tersebut masih keramat seperti halnya teluk tangairi.

Ratu Adat Marapu yakni Umbu Laiya Kani sudah meninggal pada tahun 1987 dan telah
diwariskan melalui wangsit kepada generasinya.

Kampung Adat Deri Kambajawa, Kec.
Umbu Ratu Nggay Barat
Ritual adat Purungu Ta Liangu Marapu merupakan sebuah ritus budaya yang sangat
menarik dengan berbagai acara malam kesenian, yang diselenggarakan setahun sekali
oleh para Imam (rato),pewaris dan penganutnya untuk memuja dan memberikan
sesajian makanan dan kurban bakaran dengan cara turun ke Liang tempat Sang Dewa
bertahta yang terletak sekitar 5 KM dari kampung Deri-Kambajawa.
Secara harfiah Purungu Ta Liangu Marapu mempunyai pengertian sebagai berikut;
Purung:Turun atau menuruni,
sekelompok Imam se marga/pewaris dan
penganut yang telah bermusyawarah atas petunjuk dan restu Sang
Dewa untuk melakukan ibadah pemujaan dengan turuk ke gua/liang
tempat Sang Dewa bertahta
« PREV
NEXT »