BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

Skrinews - Indonesia Krisis Selera Humor



Skrinew1.com@Akhir-akhir ini kritik-mengkritik dalam bentuk komedi sedang menjadi trend baru dikalangan anak muda, anak muda indonesia tentunya. hal semacam ini memang tidak ada salahnya, karena kritikan merupakan bentuk dari kebebasan berpendapat, asalkan tidak merujuk kepada hal - hal yang berbau dengan (SARA) atau berisi hate speech (ujaran Kebencian).

Kritik dalam bentuk komedi ini diyakini agar dapat meminalisir ketersinggungan terhadap objek tertentu, dengan menyelipkan pesan-pesan eksplisit. Seorang comedian biasanya selalu menyampaikan lelucon atau candaan melalui keresahan yang mereka alami sendiri, dan kebanyakan keresahan tersebut berbentuk ketidak setujuan terhadap sesuatu. Entah terhadap diri sendiri, pemerintah, teman, keluarga, dan keadaan sekitar mereka, yang mana sudah mereka amati sebelumnnya. Jadi orang yang bercomedi tidak hanya sekedar melucu saja, namun dibalik lelucon tersebut ada pesan dan keresahan yang ingin dibagikan kepada para audiens yang menyaksikan.
Salah satu teori dalam humor adalah Incongruity theory (teori ketidakcocokan). Immanuel Kant, adalah salah satu tokoh dibalik teori ini. dalam teori ini dijelaskan bahwasannya, humor hadir karena ketidaksesuain antara pikiran dan realita (irrasional). Teori ini paling sering digunakan oleh para komedian untuk mengeritik. Beberapa diantaranya kritikan Warkop DKI terhadap pemerintahan Soeharto, kritikan Abdur arsyad terhadap pemerintahan Jokowidodo, kritikan Raim Laode dan kawan-kawan dari timur lainya terhadap pandangan orang Timur, dan yang terbaru kritikan Bintang Emon terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan terdakwa perihal kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan. Yang dinilai sangat tidak adil terhadap korban.

Setelah beberapa fenomena yang terjadi di atas, baru-baru ini terjadi lagi terkait dengan kasus ismail ahmad, warga kabupaten kepulauan sula, yang diperiksa oleh polres kepulauan Sula, provinsi Maluku utara, karena postingannya tentang guyonan Gus Dur perihal tiga polisi jujur. Kurang lebih isi postingannya seperti ini “Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: patung polisi, polisi tidur, dan jendral hoegeng.” Yang dibacanya dari sebuah situs web kemudian mengutipnya. yang mana guyonan di atas persis yang dikatakan oleh Gus Dur dan tentu, hanya sebuah lelucon belaka. Setelah dipublish ke akun facebook pribadinya, kemudian unggahan ini dipermasalahkan. sorenya tiga orang polisi datang menghampiri rumah ismail. Tampa surat yang jelas, mereka langsung membawa ismail ke polres kabupaten kepulauan sula. Lelucon semacam itu tidak sepatunya aparat kepolisian menanggapi dengan penuh amarah, toh juga lelucon yang dibuat oleh Gus Dur ini sudah lama, Dan kita juga sama-sama mengetahuinya. Tanggapan aparat yang ekspresif seperti ini sungguh dapat mencederai demokrasi, dimana diharapkan kebebasan berpendapat dijunjung tinggi malah terjadi sebaliknya.

Padahal postingan Ismail tentang tiga polisi jujur yang dikutipnya dari Gus Dur, juga mungkin karena didasari viralnya kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Padahal kritikan adalah suplemen yang sangat berguna untuk menambah energi demokrasi. Guyonan Gus Dur di atas, senada dengan apa yang disampaikan oleh Kasino, "Kita tidak kekurangan orang pintar, kita kekurangan orang jujur". Berdasarkan data dari data The Economist Intelligence (EIU), peringkat demokrasi Indonesia 2018 berada di posisi 68 atau terjun bebas 20 peringkat dibandingkan dengan 2016 yang menempati posisi 48. Bahkan perbandian indeks demokrasi Indonesia dengan Timor Leste. Negara yang merdeka usai melepaskan diri dari RI itu berada di peringkat 43 secara global. Juga data dari Freedom House (Lembaga survei Demokrasi Dunia) pada tahun 2019, status Indonesia sebagai negara demokrasi telah menurun dari bebas (free) menjadi setengah bebas (partly free). Hal ini dikarenakan UU ITE yang sangat multitafsir. bila kritikan terus dibungkam, maka bukan tidak mungkin indeks demokrasi Indonesia akan turun ke "tidak demokratis" seperti Amerika Serikat dan India. Terakhir, mengutip Edward Snowden, "Jika mengungkap kejahatan diperlakukan layaknya pelaku kejahatan, berarti Anda sedang berada di negeri yang dikuasai para penjahat."


Oleh :
Muthohary M. Badar (Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Universitas Muhammadiyah Malang)
« PREV
NEXT »