Gorontalo Utara – Suaraindonesia1.com, Kontroversi kembali mencuat di Desa Ibarat, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara. Kali ini, diduga melibatkan oknum kepala desa yang disebut-sebut mengarahkan masyarakat Tolongio untuk membongkar rumah milik Bapak Haiso Nusuri di desa ibarat dusun botuwanggobu. Aksi tersebut ditengarai sebagai upaya perampasan lahan yang selama ini dikuasai dan ditempati oleh Haiso Nusuri sejak tahun 1990 sampai 1993 hingga 2024 dan sampai saat ini.
Informasi yang dihimpun oleh awak media, menunjukkan dugaan bahwa pembongkaran dilakukan oleh kelompok masyarakat tolongio yang diduga kuat berada di bawah arahan langsung kepala desa Ibarat. Mereka beralasan telah mengantongi sejumlah dokumen legal, seperti Surat Berita Acara Kesepakatan, Surat Keterangan Tanah, dan Surat Kuasa Menggarap, sebagai dasar tindakan tersebut.
Namun, temuan awak media mengungkap berbagai kejanggalan pada dokumen-dokumen tersebut. Salah satunya adalah Berita Acara Kesepakatan tertanggal 22 April 2008, yang saat itu diketahui dan ditandatangani oleh Kepala Desa Ilangata, Ibrahim Buni, beserta para saksi. Dokumen tersebut mencantumkan nama saudara Abdullah Mukmin sebagai pihak penggugat dan Amir Hile sebagai tergugat.
Yang mengherankan, menurut kesaksian Riko Olii—saksi hidup yang ditemui tim media—Abdullah Mukmin telah wafat sejak sekitar tahun 1980-an. Fakta ini menimbulkan tanda tanya besar: bagaimana mungkin seseorang yang telah meninggal dunia jauh sebelum 2008 dapat tercatat sebagai pihak penggugat dalam dokumen legal?
Kejanggalan lain terletak pada kesamaan tanda tangan para saksi di dua dokumen berbeda, yakni Surat Berita Acara Kesepakatan dan Surat Keterangan Tanah, yang juga dibuat pada tahun yang sama, yakni 2008. Padahal, kedua dokumen tersebut memuat konteks dan isi berbeda namun tetap tercamtum nama penggugat yang sama, yaitu Abdullah Mukmin. dan tanda tangn saksi-saksi yang sama haya cap saja yang membedakan.
Lebih lanjut, terdapat pula Surat Kuasa Menggarap yang dibuat pada tahun 2011, kembali mencantumkan nama Abdullah Mukmin sebagai pemberi kuasa kepada Haiso Nusuri. Padahal, sebagaimana telah disebutkan, Abdullah Mukmin diduga telah wafat lebih dari tiga dekade yaitu sekitara tahun 1980-an sebelumnya. Hal ini makin memperkuat dugaan bahwa telah terjadi manipulasi atau pemalsuan dokumen.
Dari hasil investigasi awal, awak media mendapati indikasi manipulasi data ganda serta keabsahan surat-surat tersebut yang masih perlu dipertanyakan kepada pihak-pihak terkait yang menyusun dan menerbitkannya.
Keluarga korban, Haiso Nusuri, menduga keras adanya permainan dari oknum tertentu yang diduga sengaja membuat dan memanfaatkan dokumen-dokumen tersebut untuk merampas hak atas tanah yang telah ditempati keluarga mereka sejak tahun 1990 hingga saat ini. Bahkan, Haiso diketahui rutin membayar pajak atas tanah tersebut atas nama pribadinya, sebagai bukti legal penguasaan lahan.
Mereka berharap agar aparat penegak hukum, termasuk pihak berwenang di tingkat polsek dan kejaksaan, dapat mengusut tuntas dugaan pemalsuan surat-surat tersebut dan memberikan keadilan kepada pihak yang dirugikan.