Bolaang Mongondow Selatan, SuaraIndonesia1.com – Hari ini, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) genap berusia 17 tahun sejak resmi dimekarkan berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2008 pada tanggal 21 Juli 2008. Momentum ini menjadi refleksi penting bagi daerah dalam menatap arah pembangunan ke depan, terutama terkait manfaat dan tantangan bonus demografi yang tengah dihadapi.
Menanggapi hal tersebut, Chryswanto Paputungan, Ketua Umum KPMIBMS Cabang Gorontalo, menyampaikan pandangannya terhadap situasi demografis Bolsel saat ini. Ia menjelaskan bahwa daerah dengan luas wilayah 1.772,89 km² itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, memiliki jumlah penduduk sebanyak 75.374 jiwa. Komposisi penduduk terdiri dari usia kerja (15–59 tahun) sebesar 66,89%, usia anak (0–14 tahun) sebesar 24,4%, dan usia lanjut sebesar 8,7%.
“Dengan pertumbuhan penduduk yang terus naik selama 13 tahun terakhir, dan rata-rata pertumbuhan tahunan (CAGR) dalam 5 tahun terakhir mencapai 2,97%, meningkat tajam dari 1,28% pada 5 tahun sebelumnya, Kabupaten Bolsel kini berada dalam posisi strategis yang disebut dengan bonus demografi,” ujar Chryswanto.
Menurutnya, bonus demografi merujuk pada kondisi di mana jumlah penduduk usia produktif (15–64 tahun) lebih tinggi dibandingkan penduduk non-produktif, yang secara teori mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja.
Namun, Chryswanto juga menggarisbawahi bahwa di balik peluang tersebut, terdapat tantangan besar yang harus disikapi secara serius. Salah satunya adalah besarnya jumlah penduduk pada kelompok usia 15–19 tahun sebanyak 7,28 ribu jiwa (9,65%), dan usia 20–24 tahun sebanyak 7,49 ribu jiwa (9,93%). Kedua kelompok ini menjadi dua peringkat jumlah terbanyak dalam struktur usia penduduk saat ini.
“Ini menjadi PR terbesar untuk daerah nanti. Mengapa? Karena kelompok usia ini adalah generasi yang sedang berada dalam masa pencarian jati diri dan pembentukan arah masa depan,” tegasnya.
Dalam aspek pendidikan, kelompok usia 15–19 tahun menunjukkan Angka Partisipasi Murni (APM) jenjang SMA/SMK/MA/Sederajat tahun 2024 yang hanya mencapai 64,52%, jauh tertinggal dibandingkan jenjang SD/MI/Sederajat sebesar 99,44% dan SMP/MTS/Sederajat 105,03%. Chryswanto menilai hal ini sebagai sinyal penting bagi pemerintah daerah.
“Untuk menyiapkan generasi di kelompok usia tersebut, perlu adanya peran aktif pemerintah dalam sektor pendidikan formal dan masyarakat dalam pendidikan non-formal. Sosialisasi arah gerak dari kebutuhan daerah, khususnya Bolsel, dalam sektor pendidikan adalah wajib,” ujarnya.
Ia menambahkan, “Program pelatihan yang lebih intensif juga sangat diperlukan untuk membangun kebiasaan yang siap menghadapi dunia kerja sesuai kebutuhan daerah.”
Tidak hanya itu, kelompok usia 20–24 tahun yang kini sedang menempuh pendidikan tinggi atau bahkan sudah memasuki dunia kerja juga menghadapi tantangan yang tak kalah besar. “Banyak dari mereka kebingungan ke mana harus melangkah setelah lulus. Antara mengabdi, melanjutkan studi, atau tetap bekerja dengan gaji buruh yang kurang memadai — ini menjadi polemik tersendiri,” katanya.
Meskipun bonus demografi menghadirkan potensi besar bagi pertumbuhan ekonomi daerah, Chryswanto menegaskan bahwa Bolsel juga harus siap menghadapi tantangan seperti penyediaan lapangan kerja yang cukup bagi angkatan kerja baru, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta pemerataan pembangunan agar manfaat bonus demografi benar-benar dapat dirasakan untuk kemajuan daerah.
- J.OHI -