POLEWALI MANDAR, suaraindonesia1.com — Dunia pendidikan di Kabupaten Polewali Mandar (Polman) kembali tercoreng. Kasus perundungan yang terjadi di SMKN Balanipa dan melibatkan anak kepala sekolah mencuat ke publik dan menjadi sorotan tajam masyarakat. Peristiwa ini dinilai sebagai bukti lemahnya pengawasan dan tanggung jawab moral dari pihak sekolah maupun pemerintah daerah dalam menjaga integritas dunia pendidikan.
Menanggapi situasi ini, Ketua Badan Koordinasi Cabang (Bakorcab) Fokusmaker Polman, Abdul Wahab, mengeluarkan pernyataan keras dan mendesak Bupati Polman serta Dewan Pendidikan Kabupaten Polman untuk bertanggung jawab penuh atas buruknya tata kelola dan lemahnya pengawasan di sektor pendidikan, terutama di sekolah-sekolah negeri.
“Kasus di SMKN Balanipa bukan sekadar insiden biasa. Ini adalah potret kegagalan sistem pengawasan pendidikan di Polman. Kami mendesak Bupati dan Dewan Pendidikan untuk turun tangan secara langsung dan memastikan tidak ada perlakuan istimewa terhadap pelaku hanya karena statusnya sebagai anak kepala sekolah,” ujar Abdul Wahab, dalam pernyataan resminya, Rabu (15/10/2025).
Pihaknya menilai kasus ini hanyalah puncak gunung es dari banyaknya persoalan yang belum terselesaikan dalam dunia pendidikan Polman. Lemahnya kontrol, praktik nepotisme, dan budaya tutup mata terhadap pelanggaran moral menjadi akar masalah yang perlu dibenahi segera.
“Bupati Polman dan Dewan Pendidikan memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk membersihkan dunia pendidikan dari praktik tidak etis. Jika tidak, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap institusi pendidikan di bumi tipalayo ini,” paparnya.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap dunia pendidikan dan perlindungan terhadap korban, Bakorcab Fokusmaker Polman mengajukan lima tuntutan utama:
1. Menuntut agar pelaku perundungan dikenai sanksi tegas sesuai dengan aturan sekolah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk pembinaan khusus atau pemindahan sekolah jika diperlukan.
2. Menuntut Kepala SMKN Balanipa untuk mundur dari jabatannya apabila terbukti lalai dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan sekolah, terutama karena hubungan langsung dengan pelaku.
3. Meminta Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Barat untuk mengambil alih proses penanganan kasus secara independen, guna menghindari konflik kepentingan di tingkat sekolah.
4. Menuntut Bupati Polman dan Dewan Pendidikan Polman untuk memastikan bahwa setiap kasus pelanggaran moral di dunia pendidikan ditangani secara terbuka dan memberikan efek jera.
5. Mendesak pembentukan tim investigasi independen yang melibatkan unsur masyarakat sipil, media, dan organisasi pendidikan untuk mengawasi proses penyelesaian kasus ini.
“Kami mewakili suara elemen masyarakat yang tidak ingin kasus ini hanya berhenti pada permintaan maaf. Harus ada sanksi nyata dan pembenahan sistemik agar peristiwa seperti ini tidak terulang. Dunia pendidikan harus menjadi tempat aman dan nyaman bagi seluruh siswa,” imbuhnya.
“Kami juga akan terus mengawal kasus ini dan memastikan keadilan ditegakkan. Sebab dunia pendidikan seharusnya menjadi ruang tumbuh bagi karakter dan nilai kemanusiaan, bukan tempat di mana kekuasaan dan relasi personal disalahgunakan,” timpalnya tegas.
Ia juga mengingatkan bahwa kasus SMKN Balanipa harus menjadi pelajaran penting bagi semua pemangku kepentingan pendidikan di Polman secara khusus juga semua kabupaten di Sulawesi Barat, agar tidak lagi menutup mata terhadap persoalan moral dan etika di lingkungan sekolah.
“Kami tidak akan berhenti bersuara hingga dunia pendidikan di Sulawesi Barat, khususnya Polman benar-benar menjunjung tinggi pendidikan moral serta etika yang bermartabat dan bersih dari praktik penyalahgunaan kekuasaan juga nepotisme,” pungkasnya.
Kasus ini pertama kali mencuat ke publik setelah beredarnya video dan kesaksian di media sosial yang menunjukkan adanya dugaan tindakan perundungan (bullying) di lingkungan SMKN Balanipa.
Setelah kasus ini ramai diperbincangkan publik, Kepala SMKN Balanipa akhirnya menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada keluarga korban dan masyarakat. Dalam klarifikasinya, kepala sekolah mengakui adanya peristiwa tersebut dan berjanji akan bertanggungjawab.
Hingga kini, publik menuntut agar proses penanganan kasus dilakukan secara transparan dan independen, tanpa adanya upaya menutupi fakta atau melindungi pelaku. Lembaga pendidikan diharapkan mampu memberi contoh moral yang baik, bukan sebaliknya.
Reporter: Jhul Ohi



