GORONTALO, suaraindonesia1.com – Mohamad Haikal, yang menjabat sebagai Ketua Umum HMJ Studi Pemerintahan dan Sekretaris FKPR Kota Gorontalo, mengecam keras tindakan CV Starbio yang diduga kembali beroperasi secara ilegal dan menyebabkan pencemaran lingkungan. Aktivitas perusahaan ini disebut dilakukan tanpa mengantongi izin resmi dan telah berdampak langsung pada kesehatan dan kenyamanan masyarakat sekitar.
Sejarah Masalah dan Pembangkangan Hukum
Haikal mengingatkan bahwa persoalan dengan CV Starbio bukanlah hal baru. Pada periode 2012-2013, perusahaan yang sama telah ditutup sementara oleh Pemerintah Daerah (Pemda). Saat itu, seharusnya perusahaan melakukan pembenahan sesuai rekomendasi pemerintah. Namun, alih-alih mematuhi, CV Starbio justru menunjukkan sikap pembangkangan dengan mencoba mengoperasikan usahanya secara diam-diam pada tahun 2024.
Tindakan inilah yang memantik reaksi tegas warga untuk menutup paksa pabrik tersebut, menyusul statusnya yang belum mengantongi izin secara jelas dan belum memenuhi syarat yang direkomendasikan.
Pelanggaran Hak Konstitusional dan Hukum Lingkungan
Aktivitas ilegal CV Starbio ini dinilai telah melanggar hak-hak dasar warga atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Hal ini merupakan hak yang dijamin dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, yang menyebutkan: "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat."
Lebih lanjut, pelanggaran yang dilakukan CV Starbio secara tegas diatur dalam:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH):
- Pasal 36 ayat (1): “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki izin lingkungan harus memiliki izin lingkungan.”
- Pasal 69 ayat (1) huruf e: “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.”
- Pasal 109: “Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja: Yang menegaskan bahwa izin lingkungan merupakan bagian dari perizinan berusaha berbasis risiko. Dengan demikian, tidak memiliki izin berarti merupakan pelanggaran hukum administratif dan pidana.
Respons DPRD yang Dianggap Tidak Berpihak
Menanggapi eskalasi persoalan ini, DPRD telah menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pihak-pihak terkait. Namun, Haikal menyayangkan sikap Komisi III DPRD yang dalam pembahasannya terkesan mengarah pada pembelaan terhadap perusahaan. Sikap ini dianggap mengabaikan sejarah pelanggaran di tahun 2012-2013, mengesampingkan tindakan perusahaan di tahun 2024, serta tidak memprioritaskan keselamatan masyarakat sekitar.
Tuntutan dan Seruan Tegas
Haikal menegaskan bahwa sikap CV Starbio terkesan abai, arogan, dan merupakan bentuk pembangkangan terhadap hukum dan etika sosial. Negara dan pemerintah daerah tidak boleh tinggal diam atas pelanggaran ini.
Oleh karena itu, Haikal bersama masyarakat dan lembaganya menyatakan akan terus mengawal kasus ini hingga izin operasional CV Starbio dicabut dan perusahaan tersebut ditutup secara permanen. Penegakan hukum lingkungan harus ditegakkan tanpa kompromi, mengingat kerusakan lingkungan mengancam keberlanjutan hidup generasi mendatang.
Seruan disampaikan kepada pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan instansi lingkungan hidup untuk segera mengambil tindakan tegas sesuai ketentuan perundang-undangan. Keadilan ekologis bukan hanya tuntutan moral, tetapi merupakan kewajiban konstitusional negara untuk melindungi rakyatnya dari praktik pencemaran dan eksploitasi lingkungan tanpa izin.
(Rep/JO)


