BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

Empat Perusahaan Tambang Belum Bayar Pajak, BEM Universitas Gorontalo, Pemerintah Lemah Awasi Sumber Daya Daerah



GORONTALO – Suaraindonesia1, Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas potensi kerugian pendapatan daerah mencapai Rp888 juta dari sektor Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) di Kabupaten Gorontalo menjadi sorotan tajam kalangan mahasiswa.


Empat perusahaan tambang belum bayar pajak. Presiden BEM Universitas Gorontalo, Erlin Adam, menilai kasus ini sebagai potret nyata lemahnya pengawasan pemerintah terhadap pengelolaan sumber daya alam di daerah.


Empat perusahaan yang disebut dalam laporan BPK diketahui telah melakukan aktivitas tambang sepanjang tahun 2024 namun belum menyetorkan pajak ke kas daerah. Perusahaan tersebut meliputi Ag SD dengan potensi pajak belum dibayar sebesar Rp383.940.000, CV IBAS sebesar Rp167.280.000, CV KPA sebesar Rp162.120.000, dan CV TIB sebesar Rp174.720.000.


“Ini bukan sekadar kelalaian administratif, tapi kegagalan sistemik dalam tata kelola fiskal daerah. Pajak adalah hak rakyat, dan setiap rupiah yang hilang adalah kehilangan hak masyarakat atas pembangunan,” tegas Erlin Adam.


Dari hasil pemeriksaan, BPK mencatat bahwa belum ada pendataan lengkap terhadap seluruh aktivitas tambang di wilayah Kabupaten Gorontalo. Minimnya sumber daya manusia di bidang pemeriksaan pajak juga menyebabkan proses pengawasan tidak berjalan optimal. Selain itu, koordinasi antara Pemkab Gorontalo dan Pemprov Gorontalo dalam menetapkan harga patokan MBLB dinilai sangat lemah. Tanpa dasar harga yang pasti, nilai pajak tidak dapat ditetapkan secara akurat.


“Ketidaksiapan birokrasi terlihat jelas. Rencana pelatihan SDM baru akan dilakukan tahun depan, sementara kebocoran pajak sudah terjadi sejak tahun lalu. Ini menunjukkan pemerintah tidak seimbang antara potensi ekonomi dan kesiapan struktural,” ujar Erlin.


Menurutnya, situasi ini sejalan dengan konsep “resource governance failure” yang dijelaskan oleh ekonom politik Terry Lynn Karl, di mana negara gagal mengontrol kekayaan alam karena lemahnya koordinasi dan moral birokrasi.


Erlin menilai, keempat perusahaan yang telah menikmati hasil bumi daerah seharusnya menunjukkan tanggung jawab moral dan hukum dengan segera menyetorkan pajak mereka ke kas daerah. Ia menegaskan bahwa pemerintah memiliki dasar hukum yang kuat untuk menindak pelanggaran tersebut, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba.


“Kalau perusahaan menunda, pemerintah jangan ragu untuk memberi sanksi tegas. Mulai dari teguran, penagihan resmi, hingga langkah hukum. Jangan ada kompromi terhadap kewajiban publik,” kata Erlin.


Ia menambahkan, pemerintah daerah tidak boleh terus kehilangan potensi pendapatan akibat kelengahan birokrasi dan ketidakpatuhan pelaku usaha. Potensi hampir Rp1 miliar yang tidak tertagih bukan angka kecil, apalagi jika dibiarkan menumpuk tiap tahun.


Presiden BEM Universitas Gorontalo itu juga menyerukan agar pemerintah segera melakukan reformasi fiskal daerah melalui digitalisasi sistem pajak, peningkatan kapasitas SDM, serta koordinasi lintas sektor antara pemerintah daerah, provinsi, dan pusat.


Ia menegaskan bahwa pajak daerah adalah bagian dari kontrak sosial antara rakyat dan negara. Ketika perusahaan tidak membayar pajak, maka kontrak itu rusak dan masyarakat menjadi pihak yang paling dirugikan.


“Kekayaan alam Gorontalo harus dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk memperkaya segelintir pihak. Pemerintah dan pelaku usaha sama-sama punya tanggung jawab moral dan hukum di sini,” tegasnya.


Kasus ini, menurut BEM Universitas Gorontalo, tidak boleh dibiarkan hanya menjadi catatan di laporan BPK. Pemerintah daerah harus menjadikannya momentum untuk memperkuat pengawasan dan memperbaiki tata kelola keuangan publik.


“Kelonggaran terhadap perusahaan hanya akan menciptakan preseden buruk dan membuka ruang penghindaran pajak secara sistematis. Pajak adalah hak rakyat, dan menunaikannya adalah bentuk keadilan sosial,” tutup Erlin Adam.



Reporter: JO

« PREV
NEXT »