GORONTALO, suaraindonesia1.com – Tindakan Fadel Mohammad sebagai anggota DPD RI yang terlibat dalam sosialisasi PT Solusi Sinergi Digital menimbulkan pertanyaan serius mengenai integritas, etika jabatan, dan batasan peran pejabat publik. Seorang senator bukanlah juru promosi perusahaan, dan ruang jabatan bukanlah panggung untuk kepentingan korporasi. Ketika seorang pejabat negara memberikan legitimasi pada perusahaan tertentu, apalagi melalui aktivitas sosialisasi yang bersifat komersial, maka garis tegas antara pelayanan publik dan kepentingan bisnis mulai kabur.
Pada 18 Oktober 2025, Fadel Mohamad hadir dalam acara peluncuran internet gratis di Kalimantan Barat. Dalam acara tersebut, dia menonjolkan perannya sebagai anggota DPD-RI. Dalam waktu singkat, dia juga muncul di Bali untuk acara serupa, peluncuran Wi-fi 7 di Pulau Dewata. Yang paling parah lagi, di momen-momen reses Fadel Mohamad tak kunjung mendatangi dapilnya untuk menyerap dan memperjuangkan aspirasi selaku senator di Senayan.
Fadel Mohamad tercatat sebagai pemegang saham sebanyak 7,3 persen di PT Solusi Sinergi Digital TBK (SURGE). Yang lebih menarik lagi, anak perusahaan PT SURGE tersebut dinyatakan pemenang lelang spektrum frekuensi 1,4 GHz. Masalahnya juga bukan sekadar soal memiliki saham atau modal.
Masalahnya adalah arah kebijakan, sikap politik, atau penggunaan kewenangan DPD bisa saja—secara sengaja atau tidak—bersinggungan dengan kepentingan perusahaan tersebut. Ketika itu terjadi, publik berhak bertanya: Apakah keputusan yang diambil seorang senator murni demi kepentingan rakyat atau demi kepentingan bisnis pribadi?
Sebagai pejabat publik, setiap tindakan yang memberi kesan adanya, baik dalam bentuk sosialisasi perusahaan atau aktivitas yang menimbulkan dugaan konflik kepentingan, merusak integritas lembaga DPD RI. DPD bukanlah tempat untuk memperluas jaringan bisnis, melainkan ruang untuk memperjuangkan suara rakyat yang seringkali terpinggirkan.
Rakyat Gorontalo layak untuk mendapatkan perwakilan yang fokus pada persoalan daerah, bukan wajah-wajah kekuasaan yang seolah menjadikan jabatan sebagai alat legitimasi bisnis. Jika etika publik terus dikompromikan, maka batas antara wakil rakyat dan agen korporasi akan semakin sulit dibedakan. Dan ketika itu terjadi, yang paling dirugikan adalah masyarakat.
“Saya selaku Koordinator BEM Provinsi Gorontalo juga selaku pengurus pusat BEM Nusantara akan menindaklanjuti perihal ini sampai di Badan Kehormatan DPD-RI. Perihal ini tidak bisa dibiarkan, karena Gorontalo membutuhkan senator yang sejatinya memperjuangkan aspirasi rakyat di dalam parlemen, bukan untuk memperkaya diri sendiri,” tutur Almisbah Dodego.
Reporter: JO



