BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

REFLEKSI BANGSA TERHADAP HARI PAHLAWAN: SAATNYA MEMAKNAI KEMBALI ARTI PERJUANGAN DI TENGAH KRISIS MORAL KEPEMIMPINAN DAN KETIMPANGAN SOSIAL



GORONTALO, suaraindonesia1.com — Hari Pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November seharusnya menjadi momentum bagi seluruh elemen bangsa untuk berhenti sejenak, menundukkan kepala, dan merenungi makna sejati dari perjuangan. Di tengah hiruk pikuk modernitas, gemerlap kekuasaan, dan derasnya arus kepentingan politik, nilai-nilai kepahlawanan kian memudar, berganti dengan wajah pragmatisme dan kepentingan diri yang menyingkirkan makna pengabdian.


Bangsa Indonesia hari ini menghadapi krisis yang tak kalah berat dari masa perjuangan dahulu: bukan lagi penjajahan fisik oleh bangsa asing, tetapi penjajahan moral, ekonomi, dan keadilan sosial oleh sistem yang kadang justru diciptakan oleh bangsanya sendiri. Ketimpangan sosial makin tajam, korupsi terus menggerogoti tubuh negara, sementara keadilan seolah menjadi barang mewah yang sulit dijangkau rakyat kecil.


Ironisnya, perjuangan para pahlawan yang dulu mempertaruhkan nyawa demi kemerdekaan kini sering hanya diperingati sebatas upacara simbolik, tabur bunga, dan pidato formal. Padahal, semangat yang mereka wariskan bukan sekadar tentang perang melawan penjajah, melainkan tentang keberanian untuk menegakkan kebenaran dan membela kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi.


Bangsa ini seolah kehilangan arah perjuangan. Nilai gotong royong tergantikan oleh ego sektoral, kepemimpinan moral berganti dengan politik pencitraan, dan idealisme generasi muda tergerus oleh budaya instan. Padahal, pahlawan sejati tak menunggu momentum untuk dikenang; mereka berjuang meski tanpa disorot, demi keadilan dan kemanusiaan.


Dalam konteks kekinian, pemuda dan mahasiswa seharusnya menjadi garda terdepan dalam menyalakan kembali api perjuangan itu. Mereka bukan hanya pewaris kemerdekaan, tapi juga penentu arah masa depan bangsa. Namun, di tengah kemudahan digital dan derasnya informasi, banyak pemuda terjebak dalam kenyamanan semu melupakan peran historisnya sebagai agen perubahan dan penggerak kesadaran publik.


Mahasiswa bukan hanya dituntut berpikir kritis di ruang kuliah, tetapi juga harus hadir di tengah masyarakat, mengawal kebijakan publik, menyuarakan keadilan sosial, dan menjadi pengingat bagi penguasa yang lupa akan amanah perjuangan. Memaknai Hari Pahlawan berarti menyalakan kembali semangat untuk melawan segala bentuk ketidakadilan—entah itu korupsi, penindasan, ataupun ketimpangan sosial yang menjerat rakyat kecil.


Sudah seharusnya bangsa ini berhenti menyanjung para pahlawan hanya di atas batu nisan, tetapi mulai menghidupkan kembali nilai-nilai perjuangan mereka dalam setiap kebijakan, tindakan, dan pilihan hidup kita. Sebab, menghargai jasa pahlawan bukan dengan seremonial, melainkan dengan mewarisi semangat juang mereka dalam menghadapi tantangan zaman.


Refleksi Hari Pahlawan harus menjadi momentum kebangkitan moral bangsa. Karena jika generasi muda hari ini apatis, maka perjuangan para pahlawan akan sia-sia. Mereka telah menunaikan tugasnya untuk memerdekakan negeri ini, kini giliran kita menjaga agar kemerdekaan itu benar-benar bermakna—bukan sekadar bebas dari penjajahan, tapi juga bebas dari kebodohan, kemiskinan, dan ketidakadilan yang masih membelenggu rakyat Indonesia.


Reporter: JO

« PREV
NEXT »