BOALEMO, suaraindonesia1.com – Di Boalemo, wibawa penegakan hukum kembali dipertanyakan ketika dua alat berat dengan mudah melintas untuk menjalankan operasi pertambangan ilegal di Kecamatan Wonosari. Peristiwa ini membuka kembali luka lama tentang lemahnya pengawasan, serta kesan bahwa hukum seolah hanya tajam ke kelompok tertentu, namun tumpul ketika berhadapan dengan aktivitas yang merusak lingkungan dan merugikan masyarakat.
Pada Sabtu, 15 November 2025 kemarin, ada dua alat berat yang ditahan oleh masyarakat dan telah disinyalir kepada pihak Polsek Wonosari. Namun tetap saja lolosan dalam pantauan tersebut. Hal ini menjadi kecurigaan besar bahwa ada kartel yang sudah terselubung dengan penegak hukum yang ada. Oleh karena itu, dengan kejadian ini, Kapolres Boalemo selaku pimpinan tertinggi di tataran kepolisian di Boalemo perlu dipertanyakan.
Dua alat tersebut diduga milik Haji Rizal yang dua diantaranya sudah beroperasi sejak lama di Desa Saritani, Kecamatan Wonosari. Fenomena ini menggambarkan Kapolres Boalemo kehilangan ketegasan, yang menciptakan ruang gelap bagi praktik-praktik ilegal semakin meluas. Kerusakan lingkungan di Wonosari bukan sekadar akibat aktivitas tambang, tetapi juga akibat absennya keberanian institusi hukum menegakkan aturan secara konsisten.
Kritik ini bukan untuk menjatuhkan, melainkan untuk mengingatkan: bahwa tugas penegak hukum bukan hanya mengenakan seragam, tetapi memastikan bahwa hukum benar-benar bekerja. Transparansi, ketegasan, dan integritas harus kembali ditegakkan. Jika tidak, masyarakat akan terus menjadi korban, sementara pelanggaran berjalan tanpa rasa takut.
Dengan kejadian ini, Kami BEM Provinsi Gorontalo mengingatkan kepada Kapolres Boalemo bahwa taring gajah jangan pernah ditukar dengan kertas. Kami juga berharap bahwa Kapolres Boalemo untuk bersikap dan menangkap alat berat yang digunakan untuk merusak lingkungan. Jika sampai dengan Rabu tidak ada ketegasan dari Polres Boalemo, Kamis 20 November nanti kami akan menggelar aksi di depan Polres Boalemo dan selanjutnya di Polda Gorontalo.
Reporter: JO



