Nasional,SuaraIndonesia1.
Manado,15/12/20.Tim kuasa hukum Pasangan Calon (Paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Manado, Paula Runtuwene - Harley Mangindaan (Paham) mengaku mendapati adanya kejanggalan dan kekurangan yang dilakukan pelaksana pemilihan umum pada saat pencoblosan 9 Desember 2020 yang lalu. Banyak temuan Hingga kami Paslon paham keberatan atas kesalahan yang dibuat penyelenggara.ujar Percy Lontoh Sebaga Kuasa Hukum.
Lanjut Kuasa hukum Paslon Paham, Percy Lontoh mengatakan, temuan yang pertama yakni PPK tidak menyerahkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) kepada semua saksi paslon yang berada di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Menurutnya, berdasarkan PKPU No 20 tahun 2020 Pasal 10 tetkait dengan apa yang menjadi hak saksi yang harus diberikan oleh KPPS mensyaratkan atau memerintahkan kepada PPK untuk menyerahkan DPT kepada semua saksi.
Dengan Alasan supaya ketika pemilih datang, saksi bersama KPPS bisa mencocokkan apakah orang yang datang ke TPS itu termasuk atau tidak dalam DPT, bisa tidak memberikan hak pilih, walau pun dalam peraturan bisa saja ada pemilih tambahan," kata Percy Lontoh, Selasa Malam (15/12/2020) .
Oleh karena itu, dia sangat menyayangkan saksi dari paslon Paham tidak mendapatkan salinan DPT dari PPK dan itu terjadi disemua TPS. Akibatnya, saksi Paham tidak bisa meneliti dan memeriksa apakah orang yang datang memilih sesuai dengan DPT.
Karena saksi kami tidak mendapat DPT, otomatis saksi kami tidak dapat melihat dan membuktikan bahwa itu benar pemilih. Kami ingin mendokumentasikan terkait DPT dan daftar hadir, namun pada waktu proses ingin meminta dan memfoto, tidak diberikan oleh KPPS. Sehingga kami tidak bisa memastikan, yang paling penting daftar pemilih tambahan, apakah ini orang yang bisa memilih atau tidak, karena kalau daftar pemilih tambahan ada dua kategori, menggunakan KTP Elektronik atau menggunakan A5 atau surat keterangan pindah," katanya.
Kuasa hukum dari paslon yang diusung oleh koalisi Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Nasdem, dan PSI ini menambahkan, berkaitan dengan surat pindah tersebut, seharusnya hak suara diberikan hanya boleh untuk gubernur, tidak bisa untuk wali kota.
"Kami dapati di beberapa TPS mungkin karena kekeliruan atau kealpaan atau juga salah dari teman-teman KPPS memberikan surat suara. Harusnya surat suara hanya untuk gubernur tapi yang diberikan adalah surat suara untuk gubernur dan wali kota. Dua surat suara yang diberikan, malahan ada yang memberikan surat suara dua-duanya wali kota," ujar Percy.
Proses-proses seperti ini menurut dia seharusnya tidak terjadi di pelaksanaan pungut hitung di TPS. Oleh karenanya semua keberatan tersebut disampaikan pada pleno kecamatan. Namun seharusnya ketika ada keberatan dari saksi di TPS, petugas KPPS memberikan formulir C1 atau form keberatan berdasarkan PKPU.
peliput SuaraIndonesia1
Rommy Nelwan