SUARAINDONESIA1.COM - Hutan Rakyat Mata Likku, yang terletak di Desa Karuni, Kecamatan Loura, Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi NTT, memiliki sejarah yang unik. Menurut salah satu tokoh masyarakat, hutan ini dinamai demikian karena dulunya digunakan sebagai tempat pengambilan bahan lokal seperti kayu dan bambu dengan menggunakan hewan kerbau.
Namun, seiring waktu, nama Hutan Rakyat ini diubah menjadi Hutan Kawasan oleh pemerintah. Perubahan ini sempat menimbulkan kontroversi dan menyebabkan kelompok masyarakat Karuni yang sebelumnya terlibat dalam pengelolaan hutan dihentikan dan digantikan oleh masyarakat dari luar desa.
Program reboisasi hutan yang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan masyarakat Karuni melalui kelompok dengan upah Rp 90.000 per orang. Namun, program ini diduga tidak berjalan dengan baik karena kurangnya pengawasan dari dinas terkait. Hasilnya, hutan masih terlihat gundul meskipun anggaran yang digunakan cukup besar.
Salah satu warga yang pernah bekerja dalam program reboisasi menyebutkan bahwa persoalan yang timbul menyebabkan dinas terkait mempekerjakan tenaga dari wilayah lain. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat Karuni yang sebelumnya terlibat dalam program tersebut.
Kepala UPT-RPH SBD menyebutkan bahwa luas lahan kawasan hutan Mata Likku adalah 100 ha dan bahwa program reboisasi telah dilakukan pada tahun 2023-2024 dengan melibatkan masyarakat Karuni,sebutnya serta terkait dengan anggaran keseluruhan program Reboisasi, kepala UPT-RPH,SBD tidak menyebutkan.
Dan yang paling disayangkan adalah, bahwa awal yang melaksanakan penanaman anakan pohon adalah kelompok masyarakat desa karuni. Namun, kelompok masyarakat Desa karuni dihentikan dan digantikan oleh masyarakat lain di luar desa.
Berdasarkan pantauan media ini, dan hasil wawancara pada salah satu anggota kelompok, menyampaikan bahwa kala kemarinnya terdapat 4 blok keseluruhan yang kami bersihkan dan kami tanam anakan. Entah berapa ha keseluruhan yang ditanami tanaman, saya tidak terlalu tahu tetapi tidak semua lokasi Hutan kami tanami anakan. Cuman kami tanam lokasi yang di anggap gundul serta hinggah saat ini sudah masuk empat tahun tanaman tidak kelihatan dan cuman jambu mete yang agak terawat karena ada dilokasi kebun, ungkapnya.
Juga berdasarkan hasil wawancara media ini pada kepala UPT-RPH,SBD menyampaikan kalau sudah melakukan pelaporan kepusat secarah seratus persen. Namun berdasarkan pula hasil pantauan lapangan, masih terlihat jelas lokasi kosong serta diduga bahwa laporan tentang reboisasi ini fiktif dan bahwa hanya sebagian kecil dari lahan yang telah direboisasi. Dugaan ini menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas pengelolaan hutan oleh dinas terkait.
**** Eman Ledu ****
( SUARAINDONESIA1.COM ).