SUARAINDONESIA1.COM – Seorang pasien kecelakaan tunggal bernama Emiliana Ngongo dilaporkan meninggal dunia di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Karitas setelah diduga tidak segera mendapatkan penanganan medis karena persoalan administrasi. Keluarga korban menyebut pihak rumah sakit meminta pembayaran sebesar Rp2,5 juta sebelum pasien ditangani.
Peristiwa ini terjadi pada Rabu dini hari (tanggal kejadian belum disebutkan), ketika Emiliana mengalami kecelakaan tunggal sekitar pukul 03.00 WITA. Sekitar pukul 04.00 WITA, keluarga membawa korban ke IGD RS Karitas untuk mendapatkan penanganan darurat.
Namun, menurut keterangan Titus, salah satu anggota keluarga pasien, mereka mengalami kesulitan dalam proses administrasi.
“Kami sudah dalam kondisi panik karena pasien butuh pertolongan cepat, tapi petugas meminta pembayaran dulu sebelum ditangani. Mereka minta Rp2,5 juta,” kata Titus.
Karena tidak memiliki uang tunai sebesar itu, keluarga berusaha bernegosiasi agar pasien segera ditangani. Namun, pihak rumah sakit bersikeras pada prosedur administrasi dan pembayaran terlebih dahulu.
“Kami sudah memohon, tapi tetap diminta untuk bayar. Akhirnya kami lapor ke polisi malam harinya,” tambah Titus.
Sekitar pukul 21.00 WITA, keluarga membuat laporan ke pihak kepolisian. Polisi kemudian menerbitkan surat permintaan penanganan medis terhadap korban. Namun sayangnya, meski sudah ada surat dari polisi, pasien tetap belum mendapatkan perawatan memadai.
Emiliana akhirnya mengembuskan napas terakhir di ruang IGD sekitar pukul 03.00 WITA keesokan harinya. Keluarga korban sangat terpukul dan kecewa atas lambannya penanganan serta ketidakpahaman pihak rumah sakit terhadap prosedur penanganan darurat, khususnya yang berkaitan dengan kerja sama bersama kepolisian dan BPJS.
Menanggapi kejadian ini, keluarga melakukan klarifikasi langsung kepada Direktur RS Karitas. Dalam pertemuan tersebut, pihak rumah sakit mengakui adanya kelalaian staf IGD dan menyampaikan permohonan maaf. Direktur rumah sakit juga mengembalikan uang administrasi sebesar Rp2 juta kepada keluarga.
“Kami tidak ingin hal seperti ini terjadi lagi pada orang lain. Harus ada pembenahan serius di bagian IGD, khususnya pemahaman staf terhadap mekanisme kegawatdaruratan dan kerja sama dengan BPJS maupun kepolisian,” ungkap Titus.
Direktur RS Karitas berjanji akan memperbaiki sistem pelayanan dan memberikan pelatihan ulang kepada seluruh staf agar memahami dengan baik prosedur penanganan pasien gawat darurat tanpa mengedepankan birokrasi administratif yang berisiko fatal.
(EL – SUARAINDONESIA1.COM)