BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

TRINITAS



Suaraindonesia1.com

Iman ajaran atau ajaran Tritunggal Mahakudus (Trinitas) adalah ajaran yang paling sulit dipahami sekaligus problematis dalam penerapannya.


Sulit karena berangkat dari keyakinan akan satu Allah atau monoteisme. Bagaimana bisa memahami bahwa Allah yang sesungguhnya satu, bisa menjadi tiga pribadi: Bapa-Putera-Roh Kudus. Dari perspektif mana kita memahaminya, sementara secara eksplisit hal ini tidak ditulis dalam Kitab Suci.


Ajaran ini juga problematis dalam penerapannya karena sulit memisahkan peran masing-masing dalam relasi sehari-hari. Benar bahwa Allah Bapa adalah Pencipta, Allah Putera Penebus, Allah Roh Kudus sebagai Penghibur dan Pembela. Tapi apakah demikian tidak membatasi kekuasaan dan peran mereka? 


Dan kalau berdoa, kepada siapa saja dan kapan saja kita berdoa untuk masing-masing? Apakah doa kita disesuaikan dengan peran mereka, yang juga masih belum terlalu jelas untuk kita? Kapan dan untuk maksud apa kita berdoa kepada Roh Kudus, misalnya. Kalau hal ini bisa didoakan kepada Roh Kudus, apakah doa yang sama juga bisa ditujukan kepada Yesus Kristus?


Kesulitan dan problematika ajaran dan iman ini tentu menyulitkan umat Kristiani untuk menjelaskan, kadang-kadang membela, hal yang paling mendasar dari imannya. Bahkan ada anggapan: agama Kristen bukan agama monoteis. 


Bagi orang Kristen, jawaban terbaik untuk ini adalah: Trinitas dimengerti dengan HATI bukan dengan PIKIRAN. Karena itu yang paling penting adalah menghidupinya, bukan menjelaskannya. Walau penjelasan tetap penting tetapi lebih berdasarkan pengalaman, bukan pengetahuan. Pengalaman hidup para murid bersama Yesus itulah yang kemudian dicatat dalam Kitab Suci.


Sumber utama paham Trinitas tentu saja dari Kitab Suci. Secara eksplisit memang tidak menyebut sebuah rumusan. Tetapi apa yang tersirat dari kisah dan pernyataan Kitab Suci, memberi gambaran yang sangat jelas tentang siapa Allah dan bagaimana Allah berperan dalam hidup manusia dan dunia sekitarnya. Gambaran inilah yang oleh Para Bapa Gereja di masa lalu dijadikan rumusan iman dan menjadi pedoman hidup sampai saat ini.


1). Dalam peristiwa pewartaan kabar gembira, Allah Bapa mengutus malaikat-Nya kepada Maria, Allah Roh Kudus menaunginya, dan Allah Putra menjelma di dalam rahimnya.


2). Dalam peristiwa baptisan Yesus, ketika Allah Putera menerima baptisan dari Yohanes Pembaptis, Suara Bapa terdengar, dan Roh Kudus muncul sebagai merpati dan turun ke atas Yesus. 


3). Pada Kenaikan, Yesus memberikan perintah misionaris kepada murid-murid-Nya untuk membaptis mereka yang percaya, dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus.


Pengalaman perjumpaan dengan Allah, dalam tiga cara dan wujud inilah yang merupakan misteri iman terdalam orang Kristen. Tiap orang bisa memiliki bentuk dan cara perjumpaan yang berbeda, tetapi muaranya sama: Allah yang satu dan trinitarian. Ketika berjumpa dengan Yesus, saat itu sekaligus adalah perjumpaan dengan Bapa dan Roh Kudus. Demikian pun sebaliknya.


Relasi macam ini hanya mungkin terjadi karena dibangun oleh Kasih. Kasih Bapa terhadap Putera dan Roh Kudus, demikian juga sebaliknya. Kesatuan dan berbagi peran hanya mungkin karena ada ikatan kasih yang abadi. Kasih inilah yang menjadi dasar ikatan antara kita dengan Allah Tritunggal Maha Kudus dan ikatan dengan sesama manusia.


*****


*Thomas Alfa Edison,* seorang penemu, pernah berkata: "Kita tidak tahu apa itu air. Kita tidak tahu apa itu cahaya. Kita tidak tahu apa itu listrik. Kita tidak tahu apa itu panas. Kita memiliki banyak hipotesa tentang hal-hal ini. Dan hanya sebatas itu yang kita tahu. Tetapi kita tidak membiarkan ketidaktahuan kita tentang hal-hal itu membuat kita abai terhadap kegunaannya. Walau kita tidak tahu dan tidak menjelaskannya, namun kita sadar akan kegunaannya dan menggunakannya."


Hal seperti inilah yang juga berlaku untuk dasar iman Tritunggal Maha Kudus. Kita tidak tahu dan tidak bisa menjelaskannya, tetapi Bapa, Putera dan Roh Kudus telah membuat kita hidup dan menyelamatkan kita.


*SETETES EMBUN*

*by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis di Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba tanpa Wa.*

« PREV
NEXT »