Gorontalo Utara - SuaraIndonesia1.Com, Pembentukan Kelompok Kerja Mangrove Provinsi Gorontalo dengan dukungan keilmuan dari Universitas Negeri Gorontalo (UNG) bukan sekadar formalitas birokrasi, melainkan cerminan ikhtiar kolektif dalam menjaga titipan Ilahi.
Lebih dari 2.000 hektare ekosistem mangrove di wilayah Gorontalo Utara, mencakup Desa Ibarat, Ilangata, Tanjung Karang, dan Leboto.
Langkah ini menemukan ruhnya melalui kehadiran Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Ekosistem Mangrove, sebagai payung hukum yang menjadi pondasi gerakan konservasi di tingkat daerah.
Menghidupkan Jiwa Perda 2016 Dari Teks Menuju Aksi, Perda tersebut bukanlah sekadar kumpulan pasal, melainkan seruan moral bagi pemerintah kabupaten untuk bertindak nyata.
Hal ini terlihat saat Wakil Bupati Gorontalo Utara, Hj. Nurjanah Hasan Yusuf, menerima kunjungan Tim Mangrove Provinsi dalam sebuah pertemuan yang menjadi ritual penyelarasan visi.
Pasal 9 tentang zonasi dan konsultasi publik diimplementasikan melalui identifikasi langsung di empat desa pesisir.
Pasal 23 yang mengatur sanksi bagi perusak mangrove dikuatkan oleh pernyataan tegas Wabup.
“Bukan hanya menanam, tapi eksekusi peraturan!” Pesan ini mengingatkan bahwa hukum harus hidup dan menyatu dengan kesadaran masyarakat.
Zonasi kawasan lindung, rehabilitasi, dan pemanfaatan menjadi ujung tombak pelaksanaan Perda sekaligus ujian nyata bagi keseriusan Kabupaten Gorontalo Utara dalam menjaga ekosistem.
“Mopomulo” Filosofi Menanam yang Harus Berakar Lebih Dalam, gerakan menanam yang digagas Bupati Thariq Modanggu melalui program Mopomulo “Molohe limu lo pohulalo" Menanam hari ini untuk masa depan” mencerminkan kearifan lokal yang sejalan dengan semangat Perda 2016.
Namun, Wabup Nurjanah mengingatkan bahwa, “Menanam tanpa penegakan hukum ibarat membangun istana di atas pasir” mopomulo kini dituntut untuk bertransformasi.
1. Dari sekadar seremoni tanam, menuju sistem pengawasan berbasis masyarakat di zona rehabilitasi.
2. Dari gerakan insidental menuju kebijakan berkelanjutan melalui Peraturan Bupati turunan Perda.
3. Dari simbol politik menjadi instrumen edukasi ekologis, membentuk paradigma baru: “Mangrove bukan penghalang, tetapi penopang kehidupan”
Empat Desa, Satu Napas Konservasi, Desa Ibarat, Ilangata, Tanjung Karang, dan Leboto merupakan mozaik ekosistem mangrove yang saling terhubung.
Zonasi di wilayah ini bukan sekadar proses teknis pemetaan, tetapi piagam perjanjian antara manusia dan alam.
Ibarat & Ilangata (Kecamatan Anggrek), Zona inti konservasi, tempat ilmu pengetahuan dan penelitian berperan aktif.
Tanjung Karang (Kecamatan Tomilito) Zona ekowisata, dilengkapi boardwalk dan menara pandang sebagai ruang belajar ekologi.
Leboto (Kecamatan Kwandang), Zona pemberdayaan dan ekowisata yang membuka peluang ekonomi berbasis kelestarian.
Jalan Berliku Menuju Kelestarian, Tafsir atas Pesan Wabup Nurjanah.
Pesan tegas Wakil Bupati terkait “eksekusi peraturan” menjadi panggilan kesadaran bersama. Merusak mangrove berarti merampas masa depan generasi.
Pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara diminta Membentuk Satgas Pengawasan Mangrove.
Mengalokasikan anggaran khusus dalam APBD, Mendengarkan aspirasi nelayan melalui konsultasi publik.
Tim Provinsi diharapkan turun langsung untuk Membantu pemetaan berbasis drone, membimbing penyusunan Peraturan Bupati turunan Perda.
Menjadikan Mopomulo sebagai bagian kurikulum konservasi dan membentuk Pokja Mangrove tingkat kabupaten.
Penutup, Mangrove sebagai Titik Temu Iman, Ilmu, dan Tindakan. Perda 2016, kunjungan Tim Mangrove ke Wabup Nurjanah, dan gaung Mopomulo di pesisir Gorontalo Utara adalah satu kesatuan hukum yang mengatur, kearifan lokal yang menginspirasi, dan aksi nyata yang menyelamatkan.
Jika kelak mangrove di Gorontalo Utara tetap lestari dan hijau, maka itu adalah buah dari ikhtiar hari ini, yang berpijak pada pesan hikmah.
Menanam pohon adalah ibadah. Menjaganya dari kerusakan adalah jihad. Menegakkan aturan demi kelestariannya adalah bentuk ketaatan tertinggi kepada Sang Pencipta.
Semoga langkah-langkah nyata di Ibarat, Ilangata, Tanjung Karang, dan Leboto menjadi cahaya yang menuntun konservasi mangrove Nusantara, seiring terangnya pemerintahan Thariq–Nurjanah di Gorontalo Utara.