Djupri Buna, SH., MH. Advokat & Praktisi Hukum
GORONTALO UTARA - SuaraIndonesia1.com, Advokat sekaligus praktisi hukum, Djupri Buna, SH., MH., memberikan pandangan yuridis terkait insiden demonstrasi yang terjadi di halaman Kantor Bupati Gorontalo Utara pada Oktober 2025. Dalam aksi tersebut, salah satu peserta demo melontarkan kalimat bernada tuduhan terhadap Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Gorontalo Utara, Tamrin Monoarfa, dengan menyebutnya sebagai "pencuri".
Menurut Djupri Buna, menyampaikan pendapat di muka umum memang merupakan hak setiap warga negara sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Namun, ia menegaskan bahwa pelaksanaan hak tersebut tetap harus memperhatikan norma hukum, moralitas, kesusilaan, kesopanan, serta ajaran agama.
“Melakukan aksi untuk menyampaikan tuntutan kepada pemerintah adalah sah menurut undang-undang, namun hal itu tidak boleh disertai dengan kata-kata cacian, makian, atau tuduhan yang dapat menyerang kehormatan dan nama baik seseorang,” tegas Djupri Buna.
Ia menjelaskan, berdasarkan fakta kejadian, dalam orasi di depan Kantor Bupati, Teradu (pihak yang berorasi) mengucapkan kalimat,“Kami mendesak Bupati untuk segera melakukan pemecatan atau pemberhentian kepada Kadis PMD, memang papancuri sekali dia itu, polombuo dengan dia itu papancuri atau tidak kawan-kawan? Papancuri”
Djupri Buna menilai, kalimat tersebut mengandung unsur tuduhan terhadap pribadi pejabat yang masih aktif, tanpa adanya dasar hukum yang sah. Menurutnya, dari perspektif hukum pidana, tindakan tersebut berpotensi melanggar Pasal 310 dan Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penghinaan dan fitnah.
Analisis Unsur Pasal 310 KUHP, delam Pasal 310 ayat (1) KUHP. Disebutkan, barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Djupri Buna menjelaskan, unsur-unsur pasal tersebut mencakup:
1. Adanya kesengajaan (sikap batin untuk melakukan perbuatan)
2. Menyerang kehormatan atau nama baik orang lain
3. Menuduh melakukan suatu perbuatan tertentu
4. Dengan maksud agar diketahui oleh umum
“Dalam konteks kasus ini, pernyataan Teradu dilakukan di ruang publik, yakni saat demonstrasi yang disaksikan banyak orang. Artinya, unsur maksud supaya diketahui umum terpenuhi. Begitu pula unsur penyerangan terhadap kehormatan pribadi karena menuduhkan perbuatan tercela, yakni pencurian,” ujar Djupri (25/10/2025).
Ia mengutip pendapat R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, yang menyatakan bahwa menghina berarti menyerang kehormatan dan nama baik seseorang.
ANALISIS UNSUR PASAL 311 KUHP: Lebih lanjut, Djupri Buna juga menyoroti Pasal 311
ayat (1) KUHP, yang menyebut: Barang siapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.
Ia menjelaskan bahwa pasal ini berlaku ketika pelaku tidak hanya melakukan pencemaran nama baik, tetapi juga melakukan fitnah, yakni menuduhkan sesuatu yang diketahui tidak benar.
“Dalam kasus ini, Kadis PMD Gorontalo Utara, Tamrin Monoarfa, tidak pernah dijatuhi sanksi pidana atas perbuatan pencurian berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Sehingga tuduhan tersebut dapat dinilai tidak benar dan memenuhi unsur fitnah sebagaimana diatur dalam Pasal 311 KUHP,” paparnya.
UNSUR KESENGAJAAN DAN MAKSUD: Mengutip pandangan ahli hukum Adami Chazawi, Djupri menjelaskan bahwa dalam delik pencemaran terdapat dua unsur kesalahan, yakni sengaja (opzettelijk) dan maksud atau tujuan.
“Kesengajaan dalam hal ini tertuju pada perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain, sedangkan maksudnya ialah agar tuduhan tersebut diketahui umum,” jelasnya.
Ia menambahkan, perbuatan menyerang dalam konteks hukum tidak selalu bersifat fisik, melainkan dapat berupa serangan terhadap harga diri, martabat, atau nama baik seseorang.
“Dalam orasi yang disampaikan Teradu, jelas terdapat kata-kata yang menyerang harga diri dan kehormatan pribadi seorang pejabat publik,” tambahnya.
SUBJEK HUKUM DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA: Djupri Buna juga menerangkan bahwa subjek hukum pidana terdiri atas dua kategori, yakni individu (natuurlijke persoon) dan badan hukum (rechtspersoon).
“Namun dalam konteks ini, subjek yang dapat dimintai pertanggungjawaban adalah individu pelaku. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/PUU-XXII/2024, lembaga atau korporasi tidak dapat dijadikan subjek hukum dalam kasus pencemaran nama baik melalui sistem elektronik, berbeda dengan penghinaan yang diatur dalam Pasal 310 dan 311 KUHP yang menjerat individu secara langsung,” jelasnya.
KESIMPULAN YURIDIS. Berdasarkan uraian fakta dan ketentuan hukum yang berlaku, Djupri Buna menyimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Teradu dalam demonstrasi tersebut telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana penghinaan dan fitnah sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (1) dan Pasal 311 ayat (1) KUHP.
“Secara yuridis, perbuatan Teradu yang menuduhkan perbuatan tertentu kepada Kadis PMD Gorontalo Utara tanpa dasar hukum yang sah merupakan tindakan yang melanggar hukum pidana, khususnya pasal mengenai pencemaran dan fitnah. Oleh karena itu, perbuatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara hukum,” tutup Djupri Buna.
Reporter: Opan Luawo
Editor: Redaksi SuaraIndonesia1.com
Sumber: Analisis Hukum oleh Djupri Buna, SH., MH. Advokat & Praktisi Hukum


