BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

Dari Gerakan Moral ke Gerakan Modal, Dari Nurani Ke Negosiasi: Kritik atas Proposal Dana PKC PMII Gorontalo ke PT. PETS


GORONTALO, suaraindonesia1.com - Langit moral gerakan mahasiswa Islam di Gorontalo tengah mendung. Di tengah luka sosial yang masih menganga di Buntulia, Pengurus Koordinator Cabang (PKC) PMII Gorontalo justru disebut-sebut mengajukan proposal permohonan dana kepada PT. Pani Energy Trading System (PETS), perusahaan tambang yang selama ini menjadi simbol ketimpangan dan luka ekologis di wilayah Pohuwato.


Bagi banyak kader dan publik yang mengikuti perjalanan PMII, langkah ini bukan sekadar tindakan administratif. Ia adalah gejala ideologis, sebuah tanda pengkhianatan intelektual, ketika kaum terdidik yang seharusnya menjaga nurani publik justru menukar idealismenya dengan kedekatan pada kekuatan modal.


Sikap ini sontak menuai kecaman keras dari PC PMII Kota Gorontalo dan PC PMII Pohuwato, dua cabang yang selama ini berhadapan langsung dengan realitas rakyat lingkar tambang, petani kehilangan lahan, air tercemar, dan ruang hidup tergadai demi ekspansi industri ekstraktif.


“Bagaimana mungkin struktur organisasi mahasiswa Islam yang lahir dari rahim rakyat, kini justru menunduk di hadapan perusahaan yang menindas rakyat itu sendiri?” tegas Ahmad Kamaludin, Ketua PC PMII Kota Gorontalo dalam pernyataannya.


Bagi mereka, tindakan PKC PMII Gorontalo adalah bentuk pengingkaran terhadap solidaritas gerakan, mengubah PMII dari gerakan moral menjadi gerakan modal, dari ruang kritik menjadi ruang kompromi.


Dalam perspektif filsuf Prancis Julien Benda melalui karya legendarisnya La Trahison des Clercs (Pengkhianatan Kaum Intelektual), tragedi terbesar dunia modern bukan terletak pada runtuhnya kekuasaan, melainkan pada runtuhnya nurani kaum intelektual. Ketika para pemikir, aktivis, dan pemimpin moral memilih untuk menyesuaikan diri dengan arus pragmatisme demi keuntungan, maka publik kehilangan kompas etiknya.


Langkah PKC PMII Gorontalo dianggap sebagai refleksi konkret dari tesis Benda itu di tingkat lokal: organisasi yang semestinya menjadi pelindung moral masyarakat kini justru merapat ke perusahaan yang berkonflik dengan rakyat Buntulia.


“PMII bukanlah lembaga CSR moral, dan kader bukanlah salesman korporasi. Kami dilahirkan untuk melawan ketimpangan, bukan mengemis di hadapannya,” tambah Ahmad Kamaludin.


Dalam sejarahnya, PMII adalah gerakan yang menolak kooptasi kekuasaan, berdiri di antara umat, melawan kemiskinan, dan memperjuangkan ruang hidup yang adil. Tetapi, ketika sebagian struktur di tingkat provinsi mulai mencari legitimasi moral di depan perusahaan tambang, terjadi pergeseran makna yang berbahaya: dari perjuangan menjadi pencitraan, dari idealisme menjadi diplomasi kepentingan.


PC PMII Kota Gorontalo menilai langkah PKC PMII Gorontalo tidak hanya merusak citra organisasi, tetapi juga mencederai basis kesadaran kritis kader di bawah yang selama ini bekerja tanpa pamrih untuk masyarakat.


“Gerakan PKC PMII Gorontalo kehilangan arah ketika lebih sibuk mencari tanda tangan perusahaan daripada membaca penderitaan rakyat,” ujar seorang aktivis PMII Kota Gorontalo dengan nada getir.


Fenomena ini memperlihatkan krisis kepemimpinan intelektual di tubuh PKC PMII Gorontalo. Dalam situasi sosial yang kian kompleks, di mana eksploitasi sumber daya dan marjinalisasi rakyat terus berlangsung, PMII justru dihadapkan pada ujian paling berat: apakah ia masih mampu menjadi kekuatan moral yang independen, atau justru larut dalam logika kapitalisme yang sedang ia kritik.


PC PMII Kota Gorontalo memandang bahwa perjuangan terhadap ketidakadilan sosial di Buntulia bukan hanya soal tambang, tetapi soal keberpihakan eksistensial: apakah organisasi ini masih berpihak pada yang lemah, atau sudah menjadi bagian dari kekuasaan yang menindas.


Mereka menuntut klarifikasi terbuka dari PKC PMII Gorontalo, penarikan proposal ke PT. PETS, serta refleksi ideologis besar-besaran agar organisasi tidak sepenuhnya kehilangan arah perjuangan.


Kritik tajam ini bukan dimaksudkan untuk menjatuhkan, melainkan untuk menyembuhkan orientasi gerakan. PMII harus kembali menjadi ruang pembebasan, bukan lembaga permintaan bantuan, menjadi jembatan rakyat, bukan mediator korporasi.


PC PMII Kota Gorontalo menyerukan agar organisasi kembali menegaskan etos perlawanan intelektual, berfikir bebas, berjuang bersama rakyat, dan menolak segala bentuk kooptasi ekonomi-politik.


Dalam konteks yang lebih luas, kritik ini menjadi momentum bagi seluruh kader PMII di Gorontalo untuk melakukan reorientasi nilai, mengembalikan ruh pergerakan pada cita-cita awalnya: menegakkan keadilan sosial, membebaskan manusia dari penindasan struktural, dan menjaga martabat rakyat dari kerakusan modal.


Apa yang terjadi di Gorontalo hanyalah satu fragmen dari persoalan nasional: krisis integritas di kalangan kaum intelektual muda. Namun dari sinilah kebangkitan bisa dimulai - ketika kader berani menegur struktur, ketika nurani berani berbicara melawan kenyamanan, dan ketika gerakan kembali berpijak pada penderitaan rakyat, bukan pada janji-janji perusahaan.


(Rep/JO)

« PREV
NEXT »