MAJENE, suaraindonesia1.com — Pelayanan publik di bidang kesehatan Kabupaten Majene kembali menuai sorotan tajam. Seorang pasien gagal ginjal asal Kecamatan Malunda, bernama Aldi, dikabarkan terlantar di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar akibat kesalahan rujukan yang dikeluarkan oleh RSUD Majene.
Kesalahan administratif tersebut menyebabkan rumah sakit tujuan menolak surat rujukan, sementara keluarga pasien harus menempuh perjalanan jauh dari Majene ke Makassar dengan kondisi ekonomi yang terbatas. Kasus ini menambah panjang daftar persoalan serius yang membelit RSUD Majene, mulai dari kelangkaan obat-obatan, pelayanan lamban, hingga beban utang kepada penyedia obat dan alat kesehatan yang berdampak langsung pada layanan masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Kesehatan Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (BADKO HMI) Sulawesi Barat, Sapriadi, mendesak Pemerintah Kabupaten Majene untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap manajemen RSUD Majene serta mendefinitifkan kepemimpinan rumah sakit agar tata kelola pelayanan publik dapat berjalan profesional dan transparan.
“Kasus pasien gagal ginjal asal Malunda yang terlantar karena rujukan salah adalah bentuk nyata gagalnya tata kelola pelayanan kesehatan di RSUD Majene. Pemerintah daerah harus segera melakukan evaluasi total dan mendefinitifkan direktur rumah sakit agar sistem pelayanan bisa berjalan profesional dan akuntabel,” tegas Sapriadi, Ketua BADKO HMI Sulbar Bidang Kesehatan.
Sapriadi menegaskan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak dasar warga negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang kini menjadi dasar hukum utama sektor kesehatan di Indonesia. Dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU tersebut, ditegaskan bahwa penyelenggaraan kesehatan harus berasaskan kemanusiaan, keadilan, dan nondiskriminatif, serta menjadi tanggung jawab negara dalam menjamin akses terhadap layanan kesehatan yang bermutu.
Lebih lanjut, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan UU Kesehatan mewajibkan pemerintah daerah memastikan tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan dan sistem rujukan yang berfungsi efektif. Dengan demikian, kesalahan rujukan seperti yang terjadi pada pasien asal Malunda merupakan bentuk kelalaian dalam pelaksanaan kewajiban hukum oleh penyelenggara layanan kesehatan daerah.
Selain itu, Permenkes Nomor 6 Tahun 2024 tentang Standar Teknis Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan mewajibkan rumah sakit daerah menyediakan layanan kesehatan dasar yang berkesinambungan dan terjangkau. Ketika pelayanan tidak berjalan akibat kekeliruan administratif, kekosongan obat, atau masalah keuangan, hal itu menunjukkan bahwa RSUD Majene belum memenuhi SPM yang diwajibkan oleh pemerintah.
Sapriadi juga mengingatkan bahwa penyelenggara layanan publik, termasuk rumah sakit, wajib mematuhi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam Pasal 4 huruf a dan b, disebutkan bahwa setiap penyelenggara wajib memberikan pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan berkeadilan, sedangkan Pasal 55 menegaskan bahwa kelalaian yang menimbulkan kerugian publik dapat dikenai sanksi administratif maupun hukum.
“Buruknya pelayanan, kesalahan rujukan, dan tumpukan utang rumah sakit kepada penyedia obat dan alat kesehatan adalah sinyal kuat perlunya pembenahan manajemen RSUD Majene. Pemerintah tidak boleh menutup mata. Harus ada langkah evaluatif yang menyeluruh agar pelayanan publik kembali berfungsi dengan baik,” ujar Sapriadi.
Ia menambahkan, kegagalan dalam memberikan pelayanan kesehatan sama artinya dengan pengingkaran terhadap Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, yang menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera dan memperoleh pelayanan kesehatan. Menurutnya, langkah evaluasi menyeluruh terhadap RSUD Majene bukan hanya penting, tetapi juga menjadi kewajiban moral dan hukum pemerintah daerah.
“Kami meminta Bupati Majene segera melakukan evaluasi terhadap kinerja direktur dan struktur manajemen RSUD Majene, sekaligus mendefinitifkan kepemimpinan agar rumah sakit memiliki arah kerja yang jelas. Kesehatan adalah hak dasar rakyat, bukan ruang untuk kelalaian birokrasi,” tutup Sapriadi, Ketua Bidang Kesehatan BADKO HMI Sulbar.
BADKO HMI Sulbar juga mendorong DPRD Kabupaten Majene untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) Kesehatan guna mengaudit secara menyeluruh manajemen, sistem pelayanan, dan keuangan RSUD Majene agar masyarakat dapat kembali memperoleh pelayanan kesehatan yang layak dan berkeadilan.
Reporter: Jhul Ohi



