BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

BEM UNIVERSITAS GORONTALO DESAK KEJARI TUNTASKAN KASUS DUGAAN KORUPSI DANA DESA MOTILANGGO YANG MANDEK 10 BULAN


GORONTALO, suaraindonesia1.com
— Lebih dari 10 bulan berlalu sejak warga Desa Motilango, Kecamatan Tibawa, Kabupaten Gorontalo, melaporkan dugaan penyalahgunaan Dana Desa ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo pada 5 Februari 2025, namun hingga kini kasus tersebut tidak menunjukkan kejelasan hukum. Tidak ada pengumuman resmi, tidak ada penetapan tersangka, dan tidak ada keterbukaan progres penanganan perkara kepada publik.


Kondisi ini menuai kecaman keras dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Gorontalo, yang menilai mandeknya kasus ini mencerminkan kegagalan sistemik penegakan hukum dan pengawasan keuangan desa. “Sepuluh bulan tanpa kejelasan adalah alarm keras. Ini bukan lagi soal teknis penyelidikan, tapi soal keberanian negara menegakkan hukum terhadap kejahatan anggaran di desa,” tegas Ralki Bobihu, Menteri Politik dan Organisasi BEM Universitas Gorontalo.


Laporan warga mengungkap serangkaian proyek Dana Desa Motilango tahun 2016-2018 yang gagal fungsi, mangkrak, dan tidak memberi manfaat bagi masyarakat, di antaranya:


  • Jalan tani Dusun Biyabo (2016) senilai Rp122.887.000 yang hingga kini tidak dapat digunakan.
  • Pembangunan bak jemuran dan gudang (2016) sekitar Rp150 juta, namun hanya berhenti di pondasi dan tidak pernah difungsikan.
  • Program kolam budidaya ikan (2017) senilai Rp50 juta, termasuk pengadaan bibit dan pakan hingga tiga kali, tetapi manfaatnya nihil dan diduga hanya dinikmati segelintir pihak.
  • Permodalan Bumdes (2018) dengan dugaan kerugian negara sekitar Rp175 juta, tanpa laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat.


Total dugaan kerugian negara mencapai ratusan juta rupiah, namun tidak berbanding lurus dengan keseriusan aparat dan lembaga pengawas.


BEM Universitas Gorontalo menilai tanggung jawab tidak hanya berada pada Kejaksaan, tetapi juga pada seluruh instansi yang memiliki kewenangan pengawasan dan penindakan, antara lain:


  • Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo, yang dinilai lamban dan tidak transparan dalam menangani laporan masyarakat.
  • Inspektorat Daerah Kabupaten Gorontalo, yang diduga gagal mendeteksi dan mencegah penyimpangan Dana Desa sejak awal.
  • Pemerintah Kabupaten Gorontalo, yang dianggap abai dalam memastikan tata kelola Dana Desa berjalan sesuai prinsip akuntabilitas.
  • Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), yang memiliki fungsi pembinaan dan pengawasan, namun tidak mampu memastikan Bumdes dan proyek desa berjalan sesuai aturan.
  • BPD Desa Motilango, yang seharusnya menjadi pengawas internal desa, tetapi diduga membiarkan atau bahkan ikut terlibat dalam pembiaran penyimpangan.


“Jika semua lembaga saling diam, maka publik berhak menyimpulkan ada pembiaran kolektif. Ini bukan sekadar kelalaian, tapi kegagalan struktural,” ujar Ralki.


Mandeknya kasus ini dinilai bertentangan dengan:


  • Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tentang kepastian hukum;
  • UU Tipikor, terkait kewajiban negara menindak perbuatan yang merugikan keuangan negara.
  • UU Desa dan Permendagri 20/2018, yang menekankan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.


BEM Universitas Gorontalo menegaskan, keadilan yang ditunda sama dengan keadilan yang dikhianati.


BEM Universitas Gorontalo menyatakan tidak akan berhenti pada pernyataan. Jika dalam waktu dekat tidak ada langkah hukum konkret, maka:


  • Aksi terbuka dan konsolidasi gerakan mahasiswa akan dilakukan.
  • Pelaporan berjenjang ke Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung RI akan ditempuh.
  • Tekanan publik nasional akan dibangun untuk membuka kasus ini secara terang-benderang.


“Dana Desa adalah uang rakyat. Siapa pun yang menjarahnya, dan siapa pun yang membiarkannya, sama-sama harus dimintai pertanggungjawaban,” tutup Ralki Bobihu.


(JO)

« PREV
NEXT »