BREAKING NEWS
latest
header-ad

468x60

header-ad

Wisma Boalemo: Antara Cita-Cita Penampungan dan Realita "Rumah Hantu"


Oleh: Dimas Bobihu (Putra Daerah Kabupaten Boalemo dan Aktivis Boalemo)


GORONTALO, suaraindonesia1.com — Setiap sudut kota Gorontalo yang berdenyut dengan geliat pendidikan, seharusnya menjadi taman impian bagi setiap tunas bangsa dari daerah. Di antara mimpi-mimpi itu, hadirlah seuntai asa bernama Wisma Boalemo. Ia bukan sekadar bangunan kokoh yang menjulang, melainkan sebuah janji suci, sebuah pelabuhan terakhir bagi para pelaut ilmu dari tanah Boalemo yang terpaksa berlayar jauh meninggalkan kampung halaman. Didirikan dengan tetesan keringat harapan, wisma ini seharusnya menjadi lentera penerang di tengah gelapnya keterbatasan biaya, sebuah rumah kedua bagi mereka yang ingin menaklukkan cakrawala pendidikan tanpa terbebani oleh belenggu sewa dan kontrak. Wisma ini adalah monumen keikhlasan, dibangun untuk mengikis keraguan, menguatkan langkah, dan membuka gerbang masa depan bagi generasi penerus Boalemo.


Namun, seperti cerita dongeng yang berakhir pahit, janji itu kini terasa luntur, memudar ditelan waktu. Setelah sekian purnama melewati masa "dandanan" yang konon megah, Wisma Boalemo yang kita harapkan menjelma menjadi singgasana nyaman, justru kini terdampar dalam kondisi yang memilukan. Ia bukan lagi perahu penyelamat, melainkan bangkai kapal yang karam di tengah lautan ketidakpedulian. Bangunan yang seharusnya riuh rendah oleh tawa dan diskusi mahasiswa, kini senyap mencekam, menjelma menjadi "rumah hantu"—sebuah perwujudan fisik dari kisah-kisah mistis yang berbisik di lorong-lorong sepi. Dedaunan kering menari-nari di ambang pintu, debu tebal menjadi saksi bisu, dan entah berapa banyak cerita horor yang sudah direka-reka oleh imajinasi liar para mahasiswa tentang penghuni tak kasat mata di dalamnya. Ini bukan lagi cerminan cita-cita, melainkan epitaf kesia-siaan yang terpahat jelas.


⏳ Seruan Keras di Tengah Bisikan Angin Perubahan


Waktu terus berputar, tak peduli pada kemandekan kita. Saat ini, fajar tahun ajaran baru akan segera menyingsing, membawa serta gelombang mahasiswa baru dari Boalemo yang berbondong-bondong merantau, penuh semangat, dan—tentunya—penuh harap. Di benak mereka, terlintas bayangan sebuah tempat bernaung yang layak, terjangkau, dan suportif. Wisma Boalemo seharusnya menjadi jawaban paling nyata atas harapan-harapan ini. Ia adalah jangkar yang mereka cari di tengah badai biaya hidup di kota perantauan.


Maka, saya, Dimas Bobihu, sebagai seorang anak negeri yang tumbuh dan merasakan denyut nadi Boalemo, sekaligus seorang aktivis yang tak henti menyuarakan keadilan, dengan segala kerendahan hati namun dengan suara yang lantang, memohon dan mendesak keras kepada Bupati Boalemo—sebagai nahkoda kapal daerah ini—dan juga kepada Ketua Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia Boalemo (HPMIB)—sebagai representasi langsung dari suara mahasiswa—agar segera memecah kebisuan ini. Renovasi telah purna! Catnya mungkin masih baru, lantainya mungkin sudah mengkilap, tetapi apa gunanya kemegahan fisik jika ia hanya berdiri sebagai patung bisu yang tak pernah dijamah? Ini bukan hanya tentang meresmikan sebuah gedung, ini tentang mengembalikan ruh ke dalam sebuah janji yang terlupakan. Ini tentang memberi makna pada setiap rupiah yang telah dikucurkan.


❓ Menguak Tabir di Balik Senyapnya Keterbengkalayan


Kemandekan pasca-renovasi ini, sungguh, bukan sekadar penundaan biasa. Ini adalah benang kusut yang semakin mempertebal selubung misteri. Ini adalah pintu gerbang yang tak sengaja terbuka, mengundang dugaan-dugaan yang telah lama berembus kencang di kalangan mahasiswa Boalemo. Bisik-bisik mengenai penyelewengan dana renovasi yang digelontorkan pada tahun-tahun silam, kini terasa semakin nyata, semakin menguat, dan semakin sulit untuk diabaikan.


Jika Wisma Boalemo telah selesai dipermak sedemikian rupa namun tetap dibiarkan terlantar tanpa fungsi, lantas untuk apa semua itu? Apakah ini hanya sebuah proyek fatamorgana yang menghabiskan anggaran tanpa jejak manfaat yang jelas? Jangan sampai penelantaran ini menjadi bukti tak terbantahkan bahwa alokasi dana yang seharusnya menjadi darah kehidupan bagi pendidikan anak bangsa, telah disalahgunakan, disalurkan ke kantong-kantong yang salah. Bupati Boalemo dan seluruh pihak yang terlibat memiliki utang moral untuk segera memberikan klarifikasi yang transparan, pertanggungjawaban yang akuntabel, dan yang paling krusial, mengembalikan ruh Wisma Boalemo agar ia dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Ia harus menjadi rumah bagi harapan, bukan lagi sarang misteri.


Wisma Boalemo harus kembali berdenyut, hidup, dan menebarkan manfaat. Segera resmikan dan fungsikan! Jangan biarkan ia menjadi tugu peringatan atas janji yang tak terwujud!


Tanda Tangan Penuh Asa,

Dimas Bobihu

« PREV
NEXT »